Kebijakan Impor Daging Tambahan Dinilai Terlambat

Diterbitkan oleh Redaksi pada Kamis, 9 Juni 2016 08:29 WIB dengan kategori Nasional dan sudah 770 kali ditampilkan

JAKARTA -- Pelaku pasar mengendus kejanggalan dalam pemberian izin impor tambahan daging sapi pada minus tiga hari menjelang Ramadhan.

Seharusnya izin diberikan bulan  lalu, sehingga pasar dapat merespons positif dan kecenderungan harga akan menurun terealisasi.

"Keberadaan daging impor malah jadi tidak efektif memengaruhi harga," kata Ketua Komite Daging Sapi Jakarta Raya Sarman Simanjorang, Rabu (8/6). Seperti diketahui, Pemerintah  memberikan izin tambahan impor sebanyak 27.400 ton untuk dapat menekan harga daging Rp 80 ribu per kilogram.

Pemerintah telah membatalkan kebijakan impor daging hanya kepada BUMN tertentu meski BUMN yang dimaksud tidak menguasai pasar dan belum memiliki pengalama di dalam tata niaga daging. Pelaksana impor yakni pihak swasta  tidak dipaparkan secara gamblang siapa pelakunya.

Saat ini, lanjut dia, operasi pasar sudah dimulai dan diharapkan minggu ke tiga bulan Juni 2016 daging impor tambahan akan masuk dan akan dijual Rp 80 ribu per kilogram. Harga daging impor diyakini akan dapat menyentuh harga tersebut bahkan masih bisa turun di bawahnya. Namun untuk harga di pasar tradisional atau daging segar, ia yakin tidak akan mampu menekan harga Rp 80 ribu.

"Kecenderungannya akan tetap di atas Rp 100 ribu, karena masyarakat belum sepenuhnya terbiasa mengonsumsi daging beku impor," ujarnya. Pedagang daging yang membeli dari jagal juga tidak mengalami penurunan harga. Di sisi lain daging impor sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan tidak boleh masuk pasar tradisional, tapi hannya untuk kebutuhan operasi pasar dalam bentuk pasar murah.

Kementerian Pertanian menurutnya juga sangat memaksakan diri soal swasembada daging. "Saya pasti mendukung dan bangga jika Indonesia dapat mandiri di bidang pangan termasuk swasembada daging, tapi tetap harus lihat kenyataan," ujarnya.

Jika ditinjau dari berbagai aspek, pasokan sapi lokal tak sebanding antara jumlah sapi lokal yang dipotong dan kelahiran sapi-sapi baru. "Jangan karena ego sektoral Kementan mengedepankan pencitraan seolah olah kita sudah layak swasembada, tapi mengorbankan kepentingan masyarakat banyak," katanya.

Aspek-aspek yang ia maksud di antaranya kebutuhan industri dan UKM yang naik  setiap tahun, jumlah kelas menengah baru yang mencapai 50 juta orang, kebutuhan ekspatriat, 12 juta wisatawan luar negeri serta konsumsi perkapita yang naik setiap tahun.

Ke depan, ia berpesan agar pemerintah belajar banyak dari kejadian gejolak harga daging. Semua upaya perbaikan harus dimulai dari menghilangkan ego sektoral ataupun pencitraan, serta mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dengan basis data yang pasti dan valid. (rol)