Sagu yang Murah, dengan Cucuran Keringat

Diterbitkan oleh pada Jumat, 29 Mei 2009 00:00 WIB dengan kategori Nasional dan sudah 1.312 kali ditampilkan

LINGGA - Ruslan (46) sebagai salah seorang pekerja sagu yang ada di desa Panggak Laut Kecamatan Lingga Kabupaten Lingga masih bergelut dengan lumpur sagu untuk menghidupi keluarga tercinta, kerja keras inilah yang terus dilakukan untuk dapat bertah
LINGGA - Ruslan (46) sebagai salah seorang pekerja sagu yang ada di desa Panggak Laut Kecamatan Lingga Kabupaten Lingga masih bergelut dengan lumpur sagu untuk menghidupi keluarga tercinta, kerja keras inilah yang terus dilakukan untuk dapat bertahan.

Pagi- pagi sudah beranjak dari rumah untuk menuju tempat kerja Lan nama yang biasa dipanggil masyarakat setempat untuk memulai berkutat dengan sagu di tempat yang agak kumuh dimana disitu untuk memarut sagu menggunakan mesin disel sederhana yang jauh dari sentuhan teknologi canggih.

Proses panjang dari sagu yang biasa kita makan itu ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, ada penebang batang sagu di dusun sagu sebelum dipotong-potong menjadi beberapa tual sepanjang 1 meter setiap tualnya. Satu batang pohon sagu biasanya bisa dapat 10-12 tual dan itu selanjutnya digulingkan dan dibawa ke aliran sungai untuk diteruskan ke tempat dimana mesin pemarut batang sagu. Proses pembawaan batang sagu itu biasanya melewati sungai-sungai kecil dengan menggunakan kapal maupun di tarik beramai-ramai.

Setelah sampai di tempat mesin pemarut sagu, batang-batang itu terlebih dulu di kuliti kulit luarnya sehingga tampak agak putih isi dari batang sagunya. Setiap proses itu tadi tidak bisa dikerjakan sendiri, biasanya pemilik mesin pemarut sagu harus membayar mahal untuk itu. Untuk 1 batang pohon sagu aja harus membayar 30 ribu, menebang 1 batang 60 ribu dan upah menarik 6 ribu perbatang. untuk satu hari saja biasanya hingga 2 batang sagu yang bisa dikumpulkan di tempat mesin pemarut sagu tersebut. Ungkap ruslan kepada terkininews " biasanya kami dalam 1 hari harus mengeluarkan modal paling sedikit 120 ribu untuk ongkos semuanya hingga sampai di tempat mesin pemarut sagu" terangnya dengan letih.

Biasanya jika rutin dalam sehari Lan bisa menghasilkan sagu kotor berkisar 250kg dengan harga Rp.800,-/ Kg atau sekitar 200 ribu saja dipotong biaya yang dikeluarkan tadi sekitar 120 ribu maka bersihnya 80 ribu saja. Untuk harga sagu bersih Rp.1.050,-/kg.

Sagu-sagu yang belum dibersihkan menggunakan mesin pembersih di pabriknya biasanya diantar ke penampung yang rata-rata dimiliki oleh orang Cina seharga Rp.800,-/kg, harga inilah yang menjadi salah satu pembuat tidak semangatnya para pekerja-pekerja sagu di Daik sekitarnya, apalagi tidak ada campur tangan pemerintah untuk turut memikirkan pemasaran yang lebih bisa menaikkan harga sagu yang sesuai dengan perahan keringat para pejuang-pejuang untuk menanghasilkan sagu terbaiknya.

Di desa Panggak Laut rata-rata masyarakatnya sekitar 80% adalah pekerja sagu dari turun temurun. Semoga para pekerja-pekerja itu masih semangat dan dapat perhatian berharga dari pemerintah setempat untuk terus memikirkan nasib mereka, karena dengan itulah mereka menghidupi keluarga. "Jika kami tidak melakukan kerja ini maka kami mau makan apa karena dikampung ini tidak ada pekerjaan lain yang bisa kami handalkan untuk menghidupi keluarga, apalagi dengan kehidupan sekarang yang serba mahal dan tuntunan anak sekolah", ungkap Ruslan dengan penuh harapan untuk dapat diperhatikan.***