Mengapa Ini Terjadi
Membaca berita Tribun Batam edisi Senin 8 Juni 2009 tepatnya di halaman 17 ada sesuatu yang menghenyak dan menyedihkan. Berita apa itu? Ya berita tentang kasus trafiking remaja di Kota Gurindam Bumi Pantun, Tanjungpinang. Mengapa ini terjadi? Barangkali i
Membaca berita Tribun Batam edisi Senin 8 Juni 2009 tepatnya di halaman 17 ada sesuatu yang menghenyak dan menyedihkan. Berita apa itu? Ya berita tentang kasus trafiking remaja di Kota Gurindam Bumi Pantun, Tanjungpinang. Mengapa ini terjadi? Barangkali inilah pertanyaan yang apabila terjawab dapat membantu memecahkan persoalan yang cukup rumit ini.
Apalagi semua korban adalah remaja yang duduk dibangku SMP. Siapakah yang salah dalam hal ini? Bukan saatnya untuk mencari kesalahan dan siapa yang harus disalahkan. Inilah konsekuensi logis dari arus globalisasi dan westernisasi yang dibiarkan menjamur tanpa proses filterisasi.
Merunut akar dari permasalahan ini setidaknya kita dapat memantau tiga sarana proses sosialisasi yang membentuk psikologis anak menjadi remaja dan kemudian berkembang menjadi dewasa. Pertama, keluarga. Keluarga adalah elemen penting dan proses pertama tempat si anak belajar dan pembentukan sikap (attitude).
Keluarga yang sehat secara jasmani saja belum cukup untuk membentuk sikap sang anak. Maksudnya, keluarga yang mapan secara ekonomi belum tentu membahagiakan anak dan menjadi garansi (jaminan) kalau moral sang anak menjadi baik. Keluarga harus sehat secara jasmani dan rohani sehingga keluarga tersebut mampu menghasilkan karakter dan pendidikan yang benar dan baik bagi si anak.
Kedua, adalah tetangga atau lingkungan. Keluarga yang sehat secara jasmani dan ruhani saja ternyata belum cukup untuk membentuk karakter si anak. Anak atau remaja yang suka bergaul tentu relatif sering keluar dan bergaul di lingkungan sekitarnya. Ini berarti, kondisi tetangga atau lingkungan sekitarnya juga harus sehat. Jika tidak, tentu terjadi ketidakseimbangan antara pendidikan yang diajarkan di rumah dan di lingkungan.
Dalam hal ini, kesalehan sosial sangat diperlukan. Tidak cukup hanya dengan kesalehan individu dan kesalehan dalam keluarga. Ketiga, sekolah. Sekolah tempat si anak atau remaja belajar juga sangat menentukan dalam pembentukan karakter si anak. Dengan kata lain, ada suatu permasalahan menurut saya yang dialami sebagian sekolah saat ini.
Sekolah cenderung membangun kecerdasan intelektualitasnya saja. Kecerdasan emosional dan spritual nyaris terlupakan. Sekolah perlu memikirkan ini dan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler perlu ditumbuhkembangkah.
Di kota-kota besar, cukup banyak kegiatan-kegiatan spritual seperti rohis (kerohanian islam) atau bentuk kerohanian agama lainnya. Terbukti remaja-remaja yang awalnya seperti kehilangan jati diri menemukan semangat hidup kembali. Artinya, sekolah juga mempunyai peranan penting untuk membentuk kecerdasan emosional dan spritual tidak hanya mendidik secara kognitif saja.
Dari ketiga sarana ini, penulis berpendapat selama ini yang terjadi ketidakseimbangan atau tidak sinkronnya antara tiga sarana ini, sehingga perlu ada kerjasama yang baik antara ketiga elemen ini agar anak dan remaja sebagai aset dan calon pemimpin masa depan tidak rusak moral dan akidahnya.
*** Pemred www.terkininews.com