Pemilih Cerdas, Pilih Capres yang Berkualitas
Kalau tidak ada aral yang melintang, Rabu 8 April 2009 Indonesia akan menggelar pesta Pilpres untuk negeri yang telah 64 tahun merdeka ini.
Kalau tidak ada aral yang melintang, Rabu 8 April 2009 Indonesia akan menggelar pesta Pilpres untuk negeri yang telah 64 tahun merdeka ini.
Biasanya ada beberapa pertanyaan, menjelang Harlah (Hari Lahir) bangsa Indonesia yang diperingati setiap 17 Agustus. Pertanyaan apa itu? Ya soal kesejahteraan rakyat.
Perasaan bangsa ini sudah lama sekali merdeka, tetapi kok masyarakatnya belum juga sejahtera. Bahkan, kondisi perekonomiannya masih kalah dengan negara-negara lain yang juga pernah dijajah, tetapi walau belum juga bisa dikatakan sejahtera kehidupan masyarakatnya dari sisi ekonomis jauh lebih baik dengan Indonesia. Apalagi kekayaan alam yang dimiliki beberapa negara yang pernah mengalami nasib yang serupa dengan Indonesia juga tidak banyak, tetapi mengapa negara mereka cukup hebat dan mampu menyejahterakan masyarakatnya.
Dimana letak dan titik permasalahannya? Menurut saya persoalannya sangat sederhana. Melalui momentum Pilpres ini saya sedikit membuka mindset rekan-rekan facebookers semuanya. Persoalan sederhana yang saya maksud adalah kesalahan memilih pemimpin dan kesalahan yang dipimpin. Sesederhana itukah? Ah, masa iya! Ya, iyalah masa iya dong. Kebanyakan dari masyarakat kita cenderung memilih dengan dalih-dalih atau alasan-alasan perasaan dan tradisional seperti rasisme, kaum tua, muda dan golongan perempuan serta alasan-alasan kunois lainnya seperti karena kegantengannya.
Pada Pilpres 2004 yang lalu seorang ibu rumah tangga yang kebetulan ngefans banget dengan Presiden SBY terkait dengan alasannya memilih SBY. "Saya pilih SBY karena kegantengannya dek,". Cukup simple tapi jelas untuk menghadapi persoalan bangsa yang sedemikian kompleks kita tidak hanya membutuhkan orang yang ganteng, tetapi memiliki kemampuan dan kapabilitas untuk memimpin dan mengatasi persoalan yang kompleks itu.
Lain lagi dengan kawan saya dari Natuna. Ketika bertemu di Batam dan sama-sama menaiki taksi menuju Nagoya dia menyebutkan, dukung JK (Jusuf Kalla). Ketika ditanya mengapa dia mendukung JK alasannya bukan karena visi-misi yang dipaparkan JK ketika berkampanye. Alasannya sangat sederhana karena JK bukan orang Jawa. "Masa orang Jawa terus yang memimpin, kapan orang non jawa yang memimpin kita harus dukung JK," ujarnya.
Lain halnya dengan pendukung fanatik Megawati. Sebagian masyarakat mendukungnya karena slogan atau jargon yang dia promosikan adalah pro rakyat dan masih kentalnya imej kalau Megawati peduli wong cilik. Cukupkah dengan jargon-jargon atau slogan-slogan ini bangsa Indonesia khususnya masyarakat dapat sejahtera. Tentunya tidak, ia hanyalah bunga kata untuk menarik masyarakat atau pemilih agar pikirannya terangsang untuk memilih atau menggunakan hak suaranya.
Tentunya harus ada alasan-alasan logis dan cerdas mengapa pemilih memilih calon pemimpinnya nanti bukan karena dari sisi tampilan, kesukuan dan slogan-slogan yang tak jelas ujung pangkalnya. Yang menjadi patokan masyarakat seharusnya adalah visi-misi, program-program jangka pendek, menengah dan panjang pasca ketiga pasang calon presiden terpilih nanti. Rasulullah saw pernah berwasiat: