77 Tahun Kemerdekaan Indonesia, Se-Merdeka Apa Perempuan di Mata Perempuan

Diterbitkan oleh Redaksi pada Rabu, 17 Agustus 2022 18:36 WIB dengan kategori Opini Suara Mahasiswa Suara Pelajar dan sudah 808 kali ditampilkan

Muhammad Aidil, S.IP

Aktivis Perempuan dan Anak

Email : aidil187c4@gmail.com


Perempuan adalah salah satu manusia yang diciptakan oleh Tuhan yang tentunya memiliki hati, jati diri dan memiliki kepribadian yang berbeda jika dibandingkan dengan kaum lelaki.

Perempuan jika kita kenal dalam sosok yang feminisme, sebagai makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, dan perkasa.

Dalam kontruksi sosial yang ada pada lingkungan masyarakat, memandang bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah, bergantung pada laki-laki, dan sebagainya. Wacana- wacana seperti ini yang tanpa kita sadari tersosialisasikan dalam berbagai tingkatan kehidupan sehingga terlihat seakan-akan merupakan cermin dari adanya realitas bahwa perempuan memang lemah dan tidak berdaya di kaum para lelaki. Ini disebabkan oleh dua faktor yaitu budaya (patriarki) dan faktor hukum.

Dalam masyarakat terdapat budaya yang cenderung male chauvinistic, dimana kaum laki-laki menganggap diri nya sebagai makhluk yang kuat dan superior.

Dalam sisi hukum, budaya hukum serta proses pembuatan dan penegakan hukum yang dibuat oleh negara, sering kali diskriminatif terhadap perempuan, karena pembuat hukum tidak respon terhadap kebutuhan masing-masing jenis kelamin (gender blind) dan tidak memahami spesifik perempuan serta kebijakan-kebijakan yang masih minim terhadap perlindungan perempuan kedepannya. Ketidakadilan dan diskriminasi perempuan dalam masyarakat cenderung merendahkan posisi kaum perempuan, seperti bahwa perempuan itu lemah, lebih emosional daripada meggunakan nalar, cengeng, tidak tahan banting, tidak patut hidup selain di dalam rumah tangga dan sebagainya. Tentu ini adalah salah pikiran yang salah dan tidak berlogika, namun ini masih menjadi pandangan di mata masyarakat.

Terkadang perempuan cenderung dimarginalkan, yaitu diposisikan dipinggir. Contohmya saja, dalam kegiatan masyarakat, perempuan paling tinggi hanya ditempatkan sebagai seksi konsumsi atau penerima tamu saja. Jika kita terus memarginalisasikan kaum perempuan, yang selalu dinomorduakan apabila ada kesempatan untuk memimpin maka tanpa kita sadari, kita merampas kemerdekaan kaum perempuan yang seharus nya kita berpandangan tidak patriarki.

Namun secara perlahan, jika kita melihat fenomena yang terjadi, sudah hampir banyak para pemimpin kita khusus nya di Kota Tanjungpinang yang dinahkodai kaum perempuan, baik dari Kepala daerah, Pimpinan Legislatif dan lain sebagainya sudah sedikit meningkat dari sebelum- sebelumnya. Mari hilangkan budaya Patriarki ini di mata masyarakat yang mana diskriminasi terhadap perempuan harus di hentikan. Mempertimbangkan boleh, tapi Jangan terlalu


banyak pertimbangan yang bisa menghambat proses pembangunan baik pembangunan secara fisik maupun non-fisik.

Lanjut pada permasalahan kekerasan pada perempuan. Perlindungan dan kekerasan terhadap perempuan juga masih tinggi alias terus terjadi peningkatan. Data yang dilangsir dalam sistem Simfoni Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Republik Indonesia, menunjukkan 3 tahun belakangan ini kekerasan signifikan terus terjadi peningkatan. Pada tahun 2019 jumlah kekerasan terhadap perempuan skala nasional berjumlah 17.132, kemudian pada tahun 2020 (masa covid) berjumlah 17.575, setelah itu pada tahun 2021 (masa covid) meningkat menjadi 21.753 korban yang terjadi pada kaum perempuan. Rata-rata permasalahan besar yang terjadi pada kaum perempuan adalah pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga hingga kekerasan dalam pacaran.

Sepanjang tahun 2021 Kekerasan seksual berjumlah 6.547 korban. Tentu ini adalah jumlah yang tidak sedikit dan masih banyak dugaan ataupun indikasi yang belum melakukan laporan terkait kekerasan seksual ini. Dengan maraknya kejadian yang terjadi pada kaum perempuan tentu ini merupakan suatu urgensi kita bersama dalam pembuatan serta penegakan kebijakan yang mengerti akan kebutuhan para kaum perempuan. Meskipun pemerintah baru-baru ini mengeluarkan kebijakan bagi kaum perempuan yaitu UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang juga merupakan suatu bentuk komitmen negara dalam memberikan jaminan hak asasi manusia secara menyeluruh, khususnya dari kekerasan seksual dan diskriminasi. Undang-undang ini telah disahkan oleh DPR, harus diimplementasikan dengan sungguh-sungguh bagi para pemangku kepentingan guna memastikan bagi setiap warga negara, khususnya perempuan dan anak dari ancaman tindak kekerasan seksual.

Maka dari itu, Kita sudah 77 tahun Indonesia Merdeka, sudah banyak mencetak generasi- generasi perempuan yang hebat serta melahirkan pemikiran-pemikiran yang hebat pula. Ini semua merupakan aset bagi bangsa dan negara ini untuk terus berbenah, melakukan pendekatan-pendekatan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat khusus nya Perlindungan terhadap Kaum Perempuan. Jangan Sampai Hak Kemerdekaan nya terampas, didiskriminasikan, serta ditindas dengan aturan ataupun kebijakan-kebijakan yang tidak responsif terhadap kaum perempuan.