Tingkatkan Kepatuhan Badan Usaha, BPJS Kesehatan Terus Perkuat Sinergi
MAKASSAR, -- BPJS Kesehatan Cabang Makassar menggelar gathering badan usaha untuk meningkatkan pemahaman para pelaku usaha tentang Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan urgensi keberadaan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Senin (19/02) kemarin, di Bangi Caffe Kopitiam sebagai gelaran kolaborasi tersebut menghadirkan narasumber dari stakeholder utama.
“Pemberian sanksi bagi pekerja selain penyelenggara negara dan perorangan yang tidak mendaftarkan jaminan kesehatan terbagi menjadi dua jenis, yang pertama adalah sanksi administratif yaitu teguran tertulis, yang mana BPJS Kesehatan akan memberikan teguran tertulis kepada pekerja yang tidak mendaftarkan diri dan pemberian denda, BPJS Kesehatan dapat mengenakan denda kepada pekerja yang tidak mendaftarkan dirinya,” ungkap Muhammad Aras Kepala BPJS Kesehatan Cabang Makassar.
Aras melanjutkan pemaparannya terkait sanksi yang kedua yaitu sanksi pidana, dimana pekerja yang tidak mendaftarkan diri, dan terbukti dengan sengaja menghindari kewajibannya dapat dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
“Penting untuk dicatat bahwa sanksi tersebut dapat dijatuhkan secara kumulatif, artinya pekerja dapat dikenakan sanksi administratif dan pidana sekaligus secara bersamaan kepada yang melakukan pelanggaran,” ujar Aras.
Gathering badan usaha ini menghadirkan dua narasumber yang kompeten di bidangnya salah satunya, yaitu Isnaedi dari PT. Pelabuhan Indonesia IV (Pelindo). Gathering ini juga dihadiri oleh beberapa instansi terkait diantaranya adalah Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar (Disnaker) dan Forum Serikat Pekerja Kota Makassar.
“Implementasi Program JKN ini khususnya pada kepesertaan segmen Pekerja Penerima Upah Badan Usaha (PPU BU) Tahun 2024 menjadi fokus utama peningkatan engagement dan kepatuhan pekerja serta pemberi kerja untuk mendaftarkan dirinya dalam Program JKN,” tegas Aras melanjutkan penjelasannya.
Aras juga mengemukakan tentang alur pelayanan kesehatan Program JKN, mulai dari pendaftaran, pemilihan fasilitas Kesehatan (faskes), hingga proses pelayanan kesehatan lanjutan di rumah sakit.
“Adapun pelayanan yang tidak di jamin JKN antara lain pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku kecuali untuk kasus kegawat daruratan, pelayanan kesehatan yang dilakukan di faskes yang tidak bekerjasama dengan JKN, pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan lainnya dalam undang-undang seperti kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cidera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja,” ungkapnya.
Aras melanjutkan pelayanan kesehatan yang dilakukan diluar negeri, maupun pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik atau estesika, serta untuk mengatasi infertilitas (memperoleh keturunan), dan meratakan gigi juga tidak dapat dijamin oleh JKN.
“Jadi JKN akan memberikan pelayanan sesuai indikasi medis peserta, dan pada beberapa jenis tindakan pelayanan kesehatan yang telah diatur khusus penjaminannya oleh regulasi dan undang-undang akan disesuaikan dengan peraturan tersebut,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama narasumber dari PT. Pelabuhan Indonesia IV (Pelindo) Isnaedi juga memberikan tanggapan serupa berikut terkait Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
“Untuk sengketa kerja yang berkaitan dengan hak hak pekerja salah satunya dalam mendapatkan jaminan kesehatan pada Program JKN, dimana PHI merupakan lembaga peradilan khusus yang menangani perkara hubungan industrial antara pengusaha dan pekerja/buruh. Berbagai jenis perkara yang dapat diajukan ke PHI, seperti perselisihan hak, kepentingan, PHK, dan masih banyak lagi yang tentunya BPJS Kesehatan menjadi salah hak yang wajib dimiliki oleh pekerja dan diberikan oleh pemberi kerja,” papar Isnaedi menjelaskan pada sesi kedua narasumber yang hadir.
Isnaedi juga menjelaskan tentang tata cara mengajukan perkara ke PHI dan biaya yang terkait pengajuannya pada kegiatan gathering tersebut, apabila masih ada pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya dalam memberikan hak jaminan kesehatan pekerja dalam Program JKN.
“Jadi untuk kepatuhan badan usaha dalam mendaftarkan jaminan kesehatan bagi pekerjanya dapat menjadi salah satu unsur keberatan yang dapat diajukan pada, Dimana PHI itu sendiri adalah untuk mewujudkan kepastian hukum dan keadilan melalui asas peradilan cepat, tepat, adil, dan melindungi hak-hak pengusaha dan pekerja atau buruh.” ujar Isnaedi.
Setelah pemaparan materi, para peserta gathering diberikan kesempatan untuk bertanya kepada narasumber. Dimana antusiasme para peserta terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan.
“Diharapkan dengan diadakannya gathering ini, para pelaku usaha di Kota Makassar dapat lebih memahami Program JKN dan PHI, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan Pogram JKN dan menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dengan baik,” tutup Isnaedi. (Ti)