Mengatasi Tantangan Adopsi Teknologi di Industri Kecil Menengah Pangan di Luar Jawa

Diterbitkan oleh Redaksi pada Sabtu, 15 Juni 2024 07:36 WIB dengan kategori Opini Suara Mahasiswa dan sudah 171 kali ditampilkan

OPINI : Heti Wulan Sabrila

Mahasiswa Manajemen Bisnis Syariah, STEBI Batam

 

Industri Kecil Menengah (IKM) di sektor pangan di luar Pulau Jawa menghadapi tantangan serius dalam meningkatkan adopsi teknologi untuk meningkatkan daya saing mereka. Meskipun pemerintah telah berupaya mendorong dan mendampingi IKM untuk mengadopsi teknologi tinggi, masih banyak pelaku usaha yang terpaku pada pola pikir tradisional. Hal ini memperlambat pertumbuhan dan membatasi potensi ekonomi daerah-daerah tersebut.

Pola pikir tradisional yang masih kuat di kalangan pelaku IKM menjadi hambatan besar. Banyak dari mereka cenderung percaya bahwa cara-cara lama sudah terbukti efektif, sehingga enggan untuk berinvestasi dalam teknologi baru yang dianggap mahal dan kompleks. Selain itu, akses terbatas terhadap sumber daya manusia yang terlatih dalam teknologi menjadi kendala serius di banyak daerah di luar Jawa.

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pendekatan yang holistik dan terintegrasi berdasarkan teori-teori yang telah terbukti efektif dalam mengubah perilaku dan meningkatkan adopsi teknologi:

Yang pertama, penting untuk menekankan bahwa peningkatan pendidikan dan pelatihan terkait manfaat teknologi terbaru harus diberikan prioritas yang sangat tinggi dalam upaya meningkatkan kapasitas dan daya saing sumber daya manusia di berbagai sektor industri. Teori Diffusion of Innovation yang diperkenalkan oleh Rogers pada tahun 1962 memberikan wawasan berharga bahwa dengan membangun pemahaman yang mendalam tentang keunggulan dan aplikasi teknologi baru, pelaku usaha akan lebih cenderung menerima dan mengadopsinya dengan cepat dalam praktek mereka sehari-hari.

Integrasi pendidikan yang menyeluruh tentang teknologi dalam kurikulum vokasional menjadi krusial dalam mendukung peningkatan keterampilan teknis dan kemampuan adaptasi para pekerja, terutama di sektor industri kecil dan menengah (IKM). Dengan menyediakan pendidikan yang komprehensif dan relevan, para pekerja dapat memperoleh pengetahuan praktis yang dibutuhkan untuk menghadapi tuntutan pasar kerja yang semakin berkembang dalam era digital ini.

Lebih jauh lagi, investasi dalam pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan teknologi terbaru tidak hanya akan meningkatkan produktivitas dan efisiensi di tingkat individual, tetapi juga dapat mempercepat laju inovasi dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Dengan memperkuat pondasi pengetahuan teknologi pada tingkat pendidikan vokasional, masyarakat dapat mengoptimalkan peluang dalam menghadapi tantangan global dan membangun ekosistem bisnis yang berkelanjutan dan adaptif.

Kedua, Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memfasilitasi kerja sama yang erat antara Industri Kecil Menengah (IKM), lembaga pendidikan, dan sektor swasta. Teori Triple Helix Model yang dikembangkan oleh Etzkowitz dan Leydesdorff pada tahun 2000 menyoroti pentingnya kolaborasi lintas-sektor dalam memacu inovasi dan kemajuan ekonomi. Dengan mendorong dialog yang intensif dan pertukaran informasi yang terstruktur, potensi untuk mengadopsi teknologi tinggi dan berdaya saing tinggi dalam IKM dapat ditingkatkan secara signifikan.

Pemerintah perlu mengambil langkah strategis dengan memberikan insentif dan subsidi yang sesuai untuk membantu IKM mengakses serta mengimplementasikan teknologi baru secara efektif. Pendekatan ini tidak hanya akan memperkuat kapasitas teknis dan operasional IKM, tetapi juga akan membuka peluang baru untuk pengembangan produk dan layanan yang lebih inovatif. Dengan demikian, upaya kolaboratif ini tidak hanya memperkuat daya saing nasional di pasar global yang semakin kompetitif, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif di seluruh sektor industri.

Terakhir, investasi dalam infrastruktur teknologi dan peningkatan akses internet yang lebih luas akan memiliki dampak signifikan dalam memperluas akses Industri Kecil Menengah (IKM) terhadap teknologi terbaru. Teori Resource-Based View yang dikembangkan oleh Barney pada tahun 1991 menggarisbawahi bahwa sumber daya teknologi dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, terutama jika dikelola dan dimanfaatkan dengan efektif oleh IKM.

Selain itu, sebuah kampanye nasional yang proaktif dapat menjadi sarana yang efektif untuk mempromosikan budaya inovasi di kalangan IKM. Kampanye ini dapat merangsang sikap terbuka terhadap perubahan dan mendorong penerapan inovasi dalam praktik mereka sehari-hari. Dengan demikian, langkah-langkah ini tidak hanya akan memperkuat kapabilitas teknologi IKM, tetapi juga membuka peluang baru untuk pengembangan produk dan layanan yang lebih efisien dan berdaya saing.

Dalam konteks global yang semakin terhubung dan berubah dengan cepat, upaya untuk memperbaiki infrastruktur teknologi dan mempromosikan budaya inovasi akan memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan industri di tingkat nasional maupun internasional.

Meningkatkan adopsi teknologi tinggi di kalangan IKM pangan di luar Pulau Jawa adalah langkah krusial untuk memperkuat daya saing dan mempercepat pertumbuhan ekonomi regional. Dengan menerapkan solusi-solusi yang teruji dan didukung oleh teori-teori yang relevan, pemerintah dapat memainkan peran yang penting dalam memfasilitasi transformasi industri kecil dan menengah di Indonesia. Dukungan yang berkelanjutan dari semua pihak akan membantu memastikan keberhasilan inisiatif ini dan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan.