Tanggapan Generasi Z terhadap Kebijakan Tapera, Bantuan atau Beban?
Frisca Amelia
Mahasiswa Manajemen Bisnis Syariah STEBI Batam
Kebijakan Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang dihadirkan pemerintah Indonesia sebagai upaya untuk membantu meringankan pembiayaan perumahan sedang menjadi sorotan, terutama di kalangan Generasi Z. Sebagaimana diberitakan, Tapera akan menerapkan iuran wajib sebesar 2,5% dari gaji pekerja dan 0,5% ditanggung oleh perusahaan, yang rencananya akan diterapkan pada tahun 2027 mendatang. Namun, tanggapan dari generasi muda ini menunjukkan beragam pandangan terkait kebijakan tersebut.
Generasi Z, yang merupakan kelompok masyarakat yang baru memasuki pasar kerja, merespons kebijakan Tapera dengan beragam kekhawatiran. Salah satu perwakilan dari generasi ini, Yusuf Imron, menganggap bahwa penerapan iuran Tapera secara wajib akan memberatkan masyarakat. Pandangan ini tidak terlepas dari kekhawatirannya terhadap rendahnya tingkat kepercayaan terhadap pengelolaan dana publik yang seringkali disoroti karena potensi penyalahgunaan atau korupsi.
Yusuf secara tegas menyatakan bahwa kebijakan ini bisa menjadi ladang korupsi baru jika tidak diawasi dengan ketat. Pandangannya tercermin dari sejumlah kasus korupsi yang melibatkan dana publik dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia. Dia juga menyuarakan harapannya agar pemerintah mengurangi tunjangan yang tidak produktif untuk mendukung implementasi Tapera jika memang kebijakan ini diterapkan.
Rizky Julianto, pekerja Generasi Z lainnya, juga mengekspresikan ketidaksetujuannya terhadap skema Tapera yang dinilai memaksa masyarakat untuk berpartisipasi. Baginya, Indonesia masih jauh dari siap dalam mengelola program semacam itu dengan efektif. Dia memberikan contoh bahwa sistem pengelolaan dana publik perlu diperbaiki terlebih dahulu sebelum mengenakan kewajiban iuran seperti Tapera.
Sebagai konsultan bisnis yang kerap berinteraksi dengan pemerintah, Rizky mengamati bahwa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sangat rendah, yang dapat mempengaruhi implementasi dan keberhasilan program seperti Tapera. Dia juga menyoroti bahwa mayoritas penduduk Indonesia masih berada di kelas menengah ke bawah, sehingga kebijakan ini menjadi bahan polemik yang signifikan.
Meskipun menyadari bahwa harga rumah terus meningkat dan sulit dijangkau bagi banyak kalangan, baik Yusuf maupun Rizky menyatakan bahwa membeli rumah belum menjadi prioritas utama dalam kehidupan mereka saat ini. Keduanya lebih memilih untuk menabung terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membeli rumah secara tunai di masa depan.
Pandangan ini mencerminkan bahwa sementara kebijakan seperti Tapera dapat memberikan insentif untuk membeli rumah, masih ada tantangan besar dalam merancang program yang sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, dan kepercayaan masyarakat di Indonesia.
Tantangan utama yang dihadapi pemerintah adalah membangun kepercayaan publik yang kuat terhadap kemampuan mereka untuk mengelola dana secara transparan dan efisien. Hal ini tidak hanya berlaku untuk Tapera, tetapi untuk semua program yang membutuhkan partisipasi finansial dari masyarakat.
Sementara itu, evaluasi terhadap kemampuan administratif dan keuangan pemerintah perlu dilakukan secara menyeluruh sebelum menerapkan kebijakan yang dapat mempengaruhi jutaan orang. Hal ini termasuk memperbaiki sistem pengelolaan dana publik, meningkatkan transparansi, dan memperkuat mekanisme pengawasan untuk menghindari potensi penyalahgunaan.
Dalam menghadapi kritik dan perbedaan pandangan terhadap kebijakan Tapera, pemerintah perlu mendengarkan secara cermat suara dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk Generasi Z. Memberikan edukasi yang lebih baik tentang manfaat jangka panjang dari program seperti Tapera, serta membangun transparansi dan akuntabilitas yang tinggi, akan membantu dalam memenangkan dukungan publik yang diperlukan untuk keberhasilan program ini.
Saat ini, sementara kebutuhan perumahan terus tumbuh, penting untuk tidak hanya fokus pada aspek finansial, tetapi juga pada pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dengan demikian, implementasi Tapera dan kebijakan serupa haruslah dilakukan dengan hati-hati dan berdasarkan pada pemahaman yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia.