Ancaman Besar Serangan Siber di Tengah Gaungan #IndonesiaGelap, Praktisi Keamanan Siber Beri Masukan
Jakarta – Di tengah situasi yang kian memanas dengan gaungan #IndonesiaGelap, risiko serangan siber terhadap sistem digital pemerintah mencapai titik kritis. Infrastruktur digital yang rentan, ditambah dengan kurangnya perhatian serius terhadap keamanan siber, menjadi celah yang mengundang ancaman besar. Achmad Yusuf, seorang praktisi keamanan siber asal Indonesia yang sekaligus founder SiberVox juga telah lama mengamati situasi ini, memperingatkan bahwa Indonesia beresiko menghadapi potensi serangan siber dalam skala yang lebih besar dari sebelumnya.
“Ketika infrastruktur digital dibangun dengan asal-asalan tanpa standar keamanan yang ketat, kita hanya menunggu waktu sampai serangan besar terjadi. Banyak sistem pemerintah yang tidak siap menghadapi ancaman modern, dari serangan ransomware hingga eksploitasi zero-day, atau bahkan pencurian data vital dalam skala besar” ujar Yusuf.
Fenomena #IndonesiaGelap mencerminkan ketidakpuasan publik terhadap pengelolaan negara, termasuk infrastruktur digital yang dinilai buruk. Kasus peretasan terhadap Pusat Data Nasional (PDN) baru-baru ini menyebabkan terganggunya layanan pemerintahan seperti imigrasi dan perbankan, menunjukkan lemahnya pertahanan siber nasional. Selain itu, proyek Coretax, sistem administrasi perpajakan yang diluncurkan dengan anggaran lebih dari Rp1,3 triliun, mengalami berbagai masalah teknis sejak peluncurannya pada Januari 2025. Sistem ini sering mengalami gangguan dan tidak siap menangani akses massal, yang mengakibatkan penurunan drastis setoran pajak dan menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas penggunaan anggaran negara
“Bayangkan jika serangan berikutnya menargetkan sistem kesehatan, keuangan, atau infrastruktur energi. Konsekuensinya bukan hanya kebocoran data, tapi bisa menyebabkan lumpuhnya layanan publik yang vital bagi masyarakat,” tambah Yusuf.
Selain peretasan PDN, kebocoran data yang melibatkan informasi pribadi warga negara juga semakin sering terjadi. Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah platform layanan publik diduga mengalami kebocoran data, termasuk informasi pajak hingga data kependudukan. Tanpa langkah mitigasi yang serius, dampaknya bisa semakin meluas, termasuk ancaman terhadap keamanan nasional.
Menurut Yusuf, akar permasalahan ini bukan hanya pada kurangnya sistem keamanan, tetapi juga pengelolaan proyek digital yang tidak transparan dan cenderung mengabaikan standar keamanan. “Banyak proyek IT pemerintah yang berjalan dengan anggaran besar, tapi hasil akhirnya di bawah standar, maksud saya sangat tidak layak. Tidak ada pengujian keamanan yang memadai, tidak ada audit berkala, dan sering kali sistem tersebut dibuat oleh pihak yang tidak memiliki kompetensi di bidang pengembangan perangkat lunak apalagi keamanan siber” tegasnya.
Di tengah situasi ini, pemerintah diharapkan segera mengambil langkah konkret. Meningkatkan standar keamanan siber, mengaudit ulang semua sistem yang ada, dan memperkuat koordinasi antara lembaga negara dengan praktisi cyber security independen adalah beberapa hal yang harus segera dilakukan. Jika tidak, skenario terburuk yang melibatkan serangan siber berskala besar dapat benar-benar terjadi, mengancam stabilitas negara.
Seruan ini bukan sekadar alarm kosong. Dengan kondisi yang ada saat ini, Indonesia harus bersiap menghadapi potensi serangan yang bisa lebih parah dari yang pernah terjadi sebelumnya. “Kita bisa memilih untuk memperbaiki sistem sebelum terlambat, atau menunggu sampai semuanya jatuh dalam kekacauan, di era yang serba digital ini, saya mengingatkan serta menghimbau untuk seluruh pihak, bahwa serangan siber ini jika terjadi dalam skala besar, akan sangat berbahaya dampaknya” pungkas Yusuf.