Kenapa Kita Tak Pernah Cukup Bahagia?

Diterbitkan oleh Redaksi pada Selasa, 3 Juni 2025 09:18 WIB dengan kategori Opini Suara Mahasiswa dan sudah 62 kali ditampilkan

OPINI:

Tamara Chaerunnisa

Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta

 

Hidup yang berjalan lancar tanpa gangguan seharusnya membawa rasa puas dan bahagia.
Namun, kenyataannya, banyak orang merasa ada kekosongan emosional yang sulit dijelaskan.
Perasaan ini sering kali muncul saat membuka media sosial dan melihat pencapaian orang lain, mulai dari liburan mewah hingga prestasi besar. Mengapa hal ini terjadi?

Dalam psikologi sosial, fenomena ini dikenal sebagai perbandingan sosial. Leon Festinger (1954) menjelaskan bahwa manusia secara inheren melakukan evaluasi diri melalui perbandingan dengan individu lain untuk memahami posisi sosial dan pencapaian diri. Namun, perbandingan ini, terutama yang terjadi melalui platform media sosial, dapat memicu disonansi kognitif, yaitu ketidaksesuaian antara persepsi diri dan realitas yang diidealkan. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan dan stres psikologis.

Mengapa Kita Terjebak dalam Perbandingan Sosial?

Fenomena ini bukan tanpa alasan. Psikologi menjelaskan hal ini lewat teori perbandingan sosial yang diperkenalkan oleh Leon Festinger pada 1954. Menurut teori tersebut, manusia secara alami membandingkan diri dengan orang lain untuk menilai keberhasilan, posisi, dan pencapaian diri.

Namun, ketika perbandingan itu terlalu sering dan tidak realistis, terutama melalui media sosial yang menampilkan versi terbaik kehidupan seseorang, kesejahteraan psikologis kita bisa terganggu.

Media Sosial: Ilusi Kebahagiaan yang Membuat Kita Tertekan

Dalam riset University of Pennsylvania (2018), ditemukan bahwa semakin sering seseorang menggunakan media sosial, risiko mengalami perasaan kesepian dan ketidakpuasan meningkat signifikan. Apa yang kita lihat bukanlah kehidupan nyata secara utuh, melainkan “highlight reel” yang memperlihatkan hanya sisi terbaik seseorang. Kondisi ini menimbulkan efek “highlight reel” yang memicu rasa iri, stres, bahkan depresi.

Kebahagiaan Sejati: Lebih dari Sekadar Materi dan Status

Menurut Harvard Study of Adult Development, studi psikologis terlama yang berlangsung lebih dari 80 tahun, kebahagiaan tidak diukur dari seberapa besar penghasilan atau rumah mewah yang dimiliki, melainkan dari kualitas hubungan sosial yang sehat dan bermakna. Interaksi sederhana seperti makan malam bersama keluarga, bercengkerama dengan sahabat, atau mendapatkan dukungan emosional saat menghadapi kesulitan jauh lebih menentukan kebahagiaan seseorang.

Menghargai Proses, Bukan Hanya Hasil

Setiap orang memiliki perjalanan hidup yang unik. Psikolog Erik Erikson menyebutkan bahwa perkembangan psikososial setiap individu memang berbeda-beda. Ada yang menemukan kesuksesan di usia muda, ada pula yang meraihnya di kemudian hari. Membandingkan diri dengan pencapaian orang lain hanya akan menimbulkan tekanan yang tidak perlu. Kebahagiaan adalah proses yang perlu dinikmati, bukan tujuan yang harus dikejar dalam waktu singkat.

Langkah Praktis Menemukan Kebahagiaan yang Autentik

Bagaimana mengatasi rasa gelisah akibat perbandingan sosial dan ilusi media sosial?
Pertama, batasi penggunaan media sosial agar tidak berlebihan.
Kedua, latih kesadaran penuh terhadap momen saat ini (mindfulness) untuk menghargai hal-hal sederhana dalam hidup.
Ketiga, biasakan rasa syukur atas apa yang dimiliki, baik berupa hubungan, kesehatan, maupun waktu luang.

Mengapa Topik Ini Penting untuk Anda dan Masyarakat?

Di tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat, tekanan sosial dan kebutuhan untuk tampil sempurna di media sosial makin kuat. Kondisi ini berpotensi meningkatkan masalah kesehatan mental di masyarakat luas. Dengan memahami fenomena ini dan menerapkan solusi yang tepat, kita tidak hanya menjaga kesehatan psikologis diri sendiri, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan sosial yang lebih baik.

Kebahagiaan sejati tidak ditemukan dengan membandingkan diri pada pencapaian orang lain yang tampak sempurna di layar media sosial.
Melainkan dengan membangun hubungan yang bermakna, menghargai proses hidup yang unik, dan menikmati setiap momen sederhana.

Mari mulai hidup lebih sadar dan syukuri apa yang kita miliki, agar hidup terasa lebih ringan, damai, dan bermakna.