Perhatikan Desa Adat Agar Tidak Tertinggal

Diterbitkan oleh Dachroni pada Jumat, 6 Februari 2015 14:10 WIB dengan kategori Liputan Khusus dan sudah 879 kali ditampilkan

Pemerintah akan memperhatikan keberadaan desa adat, karena selama ini kerap disingkirkan oleh kepentingan industri. Padahal, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014, desa adat sudah diakui hak-hak kesatuan masyarakat adat, termasuk hak mengurus dirinya sendiri.


"Desa adat harus dilindungi dan disejahterakan masyarakatnya. Pemerintah pusat dan daerah, harus lebih bijaksana dalam memberikan izin-izin kegiatan industri yang bersinggungan dengan wilayah desa adat," ujar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar di Jakarta, Jumat (6/2).

Menurut Marwan, penetapan desa adat akan dimasukkan dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa. “Saya inisiatif untuk mendorong dilakukan revisi PP itu. Tentu ini akan melibatkan sejumlah kementerian terkait,” ujarnya.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut mengatakan, desa adat memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat dan wilayahnya sendiri. "Justru keberadaannya harus diperkuat dan lebih mandiri membangun desanya, karena merupakan tanah leluhur yang sudah ratusan tahun ditempati masyarakat tersebut," ujarnya.

Dalam undang-undang, kata dia, desa adat merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang merupakan gabungan antara genealogis dan teritorial. Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Misalnya, Huta atau Nagori di Sumatera Utara, Gampong di Aceh, kemudian Nagari di Minangkabau, Tiuh atau Pekon di Lampung, Desa Pakraman/desa adat di Bali, Lembang di Toraja, Banua dan Wanua di Kalimantan, dan Negeri di Maluku.

"Seperti budaya sosial desa, sidang perdamaian adat, ketentramam dan ketertiban masyarakat dan lainnya yang berlaku secara adat desa, negara harus membantu memperkuatnya. Jangan diremehkan, apalagi mau disamakan dengan sistem desa lainnya," ujar Marwan.

Jika keberadàan desa adat akhirnya terganggu oleh maraknya industri yang memangkas tanah tinggalnya, maka tidak aneh kecenderungan kemiskinan di perdesaan akan semakin tinggi. Bahkan konflik akan sulit dihindari. "Padahal implementasi undang-undang desa, justru menekan angka kemiskinan dan berkurangnya orang desa ke kota atau menjadi tenaga kerja asing," ujarnya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2013, terjadi kenaikan angka kemiskinan di desa mencapai 180 ribu jiwa. Pada maret 2013 tercatat kemiskinan di desa sebanyak 17,74 juta jiwa. Dan pada sèptember 2013 naik jumlahnya menjadi 17,92 juta jiwa. "Bahkan tahun ini diperkirakan meningkat lagi menjadi kisaran 19 juta jiwa. Ini masalah  serius yang harus pemerintah hadapi untuk menekan angka kemiskinan agar tidak terus bertambah," ujarnya. 

(ROL)