Mengenal Lebih Dekat Layang Dengung Tradisi Masyarakat Sungai Pinang

Diterbitkan oleh pada Senin, 14 Maret 2016 01:24 WIB dengan kategori Lingga dan sudah 2.670 kali ditampilkan

LINGGA (Kepri) - Hampir setiap tahunnya yakni tepat dimusim utara, layang-layang selalu tampak menghiasi langit di desa Sungai Pinang, Kecamatan Lingga Timur, Kabupaten Lingga. Sebab dimusim utara ditenggarai dengan musim angin yang tak henti hingga memasuki musim timur menjadi waktu yang tepat untuk bermain layang-layang.

 

Hal ini juga memicu pada tradisi turun temurun yang diwarnai dengan masa panen udang para nelayan di desa tersebut. Diketahui saat musim utara para nelayan sungai pinang mulai mendapatkan udang yang melimpah. Dimusim ini juga yang bertepatan dengan suasana imlek baik sebelum dan sesudah imlek harga udang beragam jenis melonjak naik, namun tidak lama. Hasil jual udang tersebut mampu menaikkan pendapatan ekonomi masyarakat semusim itu. Namun setelah memasuki musim timur para nelayan mulai mengemas pancing sebagai pekerjaan baru mereka.

Selamad ,salah satu pemuda di desa Sungai Pinang yang berkerja sebagai tenaga harian lepas (THL) di kantor kecamatan Lingga Timur menuturkan, hobi bermain layang-layang sudah ia tekuni sejak kecil. Tetapi hobi ini diwaktu musimnya saja yakni pada kisaran musim utara dan selatan. Kerena hobi itu maka sejak dewasa ini dirinya telah mampu membuat layang-layang untuk memenuhi permitaan teman-temannya. Berbagai jenis layang-layang bisa dia buat namun yang lebih dominan yakni layang dengung.

"Ini kalau pas angin kuat, kita main layang. Banyak juga yang pesan minta dibuat rangkanya, tetapi untuk kertas dan dekorasi merekalah," tutur Selamat, Selasa (8/3).

Dikatakan layang dengung menurut Selamad karena pada atas kepala layang ini dipasang senar bekas kardus yang diraut tipis hingga menghasilkan bunyi ketika diudara atau lebih dikenal dengan sendaren. Beragam jenispun tercipta mulai dari layang dengung, seribulan karena pada bagian bawah layang berbentuk bulan serta ada versi baru yakni layang Bahari. Namun secara umum utuk bagian atasnya sama. Begitupun dekorasi yang unik penuh nilai seni, kreasi mendekorasi sudah menjadi kunci utama dalam permainan layang-layang ini.

"Secara umum jenisnya sama, namun bagian bawahnya saja yang berbeda. Layang bahari dikenal menurut cerita dialah orang yang pertama mengkreasikan layang ini, tetapi untuk bagian bawahnya saja. Kalau mendekorasi ini akan tampak siapa yamg paling jago mendesain dekor," katanya.

Dilanjutkan Selamad, dulu waktu Dia kecil untuk mendapatkan layang dengan versi berbunyi ini sangat sulit. Tak banyak yang bisa membuat, itupun hanya pada kalangan orang dewasa dan orang tua yang mampu membuatnya karena proses pembuatannya cukup rumit. Namun seiring hal itu sedikit demi sedikit ia pelajari. Hasilnya sampai diusia dewasa ini ia telah mampu membuatnya. Bukan untuk diri sendiri melainkan untuk teman-temannya juga.

"Dulu kami waktu kecil main layang-layang tokong (red: layang belah ketupat). Kalau layang ini pas diberi orang tua saja. Namun saya pelajari proses pembuatannya, lambat laun akhirnya dapat. Tapi zaman ini anak-anak sudah bisa membuatnya. Tidak lagi menyusah orang dewasa seperti zaman kami kecil. Anak-anak sekarang pintar-pintar," lanjutnya.

Menurutnya layang-layang yang terbuat dari bambu ini, masih tetap di lestarikan disetiap musim utara sebagai acara saling beradu suara sendaren. Apalagi kalau pas ramai, sampai pada orang tua yang jarang bermain layang turut serta dan ngumpul bersama bercanda dan saling berbagi seputar teknik buat layang-layang. Waktu paling asik menunggu bada mahrib sambil menunggu sunset yang muncul di ujung barat, karena tempat bermain tepat berada diatas bukit. Ini lah tradisi kampung  menghabiskan sore hari, selepas bekerja.

"Tahun dulu kami bermain di lapangan bola. Kadang kalau lagi musim hebohnya layang-layang diatas mencapai belasan hingga puluhan buah. Begitupun bunyinya, berisik namun mengasikkan. Sekarang tempat bermain sudah berubah diatas bukit Daria," tutupnya.