Perencanaan Pelabuhan Tanjung Pinggir dan Stagnasi Pelabuhan Batu Ampar

Diterbitkan oleh Redaksi pada Sabtu, 29 Januari 2022 21:12 WIB dengan kategori Batam Opini dan sudah 748 kali ditampilkan

Ady Muzwardi
Peneliti Kepelabuhan Puslit ASEAN dan Perbatasan

 

Saat ini ada kejutan besar bagi dunia kepelabuhan Indonesia ketika Pemerintah pusat melalui Kementerian Kemaritiman dan Investasi serta Kementerian Pehubungan mewacanakan Tanjung Pinggir sebagai smart dan green port yang digadang-gadang sebagai pelabuhan percontohan untuk pembenahan tata kelola kepelabuhan Indonesia. Pelabuhan ini diperkirakan  memiliki kapasitas  lebih besar dibandingkan Pelabuhan Tanjung Priok. Wacana ini menjadi pertanyaan besar ketika pemerintah pusat sedang berusaha melanjutkan pembangunan Pelabuhan Malarko, dan Badan Pengusahaan Batam yang sedang merevitalisasi Pelabuhan Batu Ampar, serta adanya rencana pembangunan Pelabuhan Tanjung Sauh.

Menarik melihat wacana pemerintah  yang sering berubah disaat banyaknya proyek pembangunan Pelabuhan yang terbengkalai atau tidak laku dipasaran. Berubah-rubahnya perencanaan pemerintah dalam membangun suatu pelabuhan memperlihatkan lemahnya kemampuan pemerintah dalam mendesain masa depan pelabuhan. Banyak kawasan-kawasan yang digadang gadang akan menjadi pelabuhan masa depan, tetapi hanya tinggal wacana.

kita tentu belajar dari gagalnya Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai pelabuhan Hub Internasional yang tidak didukung kekuatan hinterland dan pelabuhan feeder atau kegagalan pelabuhan Sabang yang coba dihidupkan kembali melalui keistimewaan sebagai pelabuhan bebas melalui regulasi Free Trade Zone. Kegagalan dua pelabuhan tersebut dalam memenuhi ekspektasi pasar disebabkan masih tergantungnya pelabuhan feeder dengan Pelabuhan Belawan. Artinya kedua pelabuhan ini tidak dapat menyaingi keberadaan Belawan.  Berkaca dari paradox tersebut seharusnya pemerintah pusat mengembangkan pelabuhan eksisting yang sudah memiliki pasar yang jelas.

Pelabuhan Batu Ampar sebagai pelabuhan container utama di Batam merupakan pelabuhan yang telah memiliki pasar domestic yang jelas. Kawasan-kawasan industry di Kota Batam tergantung pada keberadaan pelabuhan ini. Anehnya pelabuhan ini sangat tertinggal dari sisi infrastruktur, SDM dan teknologi. Dalam posisi tertinggal ini, BP Batam sebagai otoritas Pelabuhan justru melakukan perencanaan pembangunan pelabuhan Tanjung Sauh yang pembangunanya dapat memakan biaya lebih dari USD 800 juta.

Ditengah kondisi pelabuhan Batu Ampar yang stagnan dan Pelabuhan Tanjung Sauh yang tidak pernah kunjung dibangun, pemerintah pusat justru merencankana pembangunan Pelabuhan Tanjung Pinggir yang memiliki spesifikai tujuan yang sama dengan pelabuhan Batu Ampar dan perencanaan Pelabuhan Tanjung Sauh yaitu sebagai pelabuhan samudera berhiraki container utama. Pertanyaan besar pasti muncul, bagaimana mungkin dalam 1 pulau ada 3 pelabuhan samudera. Apakah keberadaan mereka tidak menimbulkan kondisi saling tikam seperti Pelabuhan Kuala Tanjung dan Pelabuhan Belawan yang direncana terintegrasi satu sama lain.

Bila dilihat dari wacana, pemerintah pusat berusaha menyelamatkan keberadaan Kuala Tanjung dengan mengintegrasikan pelabuhan ini dengan pelabuhan Belawan dan pelabuhan yang berada di Kota Batam yaitu salah satunnya dengan pelabuhan Tanjung Pinggir apabila pelabuhan ini jadi dibangun. Dengan adanya rencana pengintergasian Tanjung Pinggir ini dengan Kuala Tanjung akan menimbulkan pertanyaan baru,  untuk apa integrasi tersebut sementara Pelabuhan di Batam merupakan pelabuhan yang terintegrasi denga Pelabuhan di Singapura, dan siapa yang akan menjadi feedernya.

Terlalu green field kalau kita memandang rencana pelabuhan Tanjung Pinggir, walaupun disisi lain sudah ada perusahaan logistic  yang memiliki asset lahan di sekitar area Tanjung Pinggir dan sudah ada kabar akan adanya perusahaan besar yang berani memulai proyek ini. Kalau kita lihat Alasan pendirian pelabuhan ini yang lebih kepada usaha menekan biaya logistic, tentu alasan ini tidak sepenuhnya benar karena biaya logistic ditentukan oleh ekosistem logistic yaitu birokrasi pemerintah, biaya shipping, biaya bongkar muat sampai biaya head truk. Komponen biaya tersebutlah yang harus menjadi sorotan bukan membuat pelabuhan baru yang memakan pelabuhan disekitarnya.