Keterlibatan dan Peran Perempuan Dalam Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga

Diterbitkan oleh Redaksi pada Kamis, 11 Agustus 2022 09:37 WIB dengan kategori Opini Suara Mahasiswa dan sudah 1.468 kali ditampilkan

 

Siti Aisah

 

Prodi Sosiologi, Universitas Maritim Raja Ali Haji sitiiaisahh3004@gmail.com

Indonesia saat ini darurat kasus kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan. Hampir setiap hari kita melihat banyaknya berita kekerasan hingga pelecehan seksual pada perempuan. Berdasarkan data (KEMENPPA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terdapat jumlah korban kekerasan terhadap perempuan di Indonesia berjumlah 11.759 dalam Januari 2022 sampai saat ini. Di Kepulauan Riau khususnya di kota Tanjungpinang dari bulan januari-juli 2022 berdasarkan data Simfoni PPA dan (UPTD PPA) Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan Dan Anak tercatat 69 orang korban perempuan dengan 3 kasus kekerasan yang meliputi fisik, psikis dan pelantaran. Kekerasan fisik meliputi (Memukul, menendang, menjambak rambut dll) Sedangkan kekerasan psikis meliputi (Perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya). Data tersebut tercatat bagi mereka yang melaporkan. Mungkin masih banyak perempuan yang belum memiliki keberanian untuk melaporkan tindakan kekerasan, hal ini dikarenakan rasa takut dan ancaman yang didapatkan dari pelaku. Sebagian perempuan menganggap bahwa permasalahan kekerasan terutama dalam rumah tangga adalah suatu aib yang tidak perlu diketahui orang lain.


Berbagai peristiwa kekerasan yang dialami perempuan terus terjadi di sekitar kita. Sebagian dari mereka selalu disiksa, pemaksaan melalui sex dengan kekerasan, atau perlakuan kejam disepanjang hidupnya. Dibutuhkan keberanian yang kuat dalam diri seseorang untuk menghadapi dan melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya. Pelaku kekerasan bisanya dari suami dan pacar korban. Banyaknya dari mereka yang mengalami (KDRT) Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga memilih untuk diam karena menganggap dirinya tidak berdaya terutama istri dalam segi ekonomi yang masih bergantung pada suami. Oleh karena itu pentingnya pendidikan yang tinggi bagi seorang wanita agar bisa berfikir lebih terbuka dalam menghadapi permasalahan.
 


Melihat banyaknya KDRT dikarenakan sistem budaya patriarki. Menurut Mascionis, patriarki adalah suatu bentuk organisasi sosial yang dimana laki-laki mendominasi perempuan. Budaya patriarki menganggap bahwa kekerasan laki-laki terhadap perempuan datang dari kekuasaan laki-laki yang ingin mempertahankan kekuasaannya. Adapun faktor lain penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga seperti permasalahan ekonomi yang rendah. Permasalahan ekonomi cukup mendominasi dalam terjadinya KDRT.
Kekerasan yang dialami perempuan tidak hanya terjadi dilingkungan keluarga, rumah, bahkan tempat bekerja. Dalam relasi kekuasaan, kekerasan bisa dilakukan oleh pihak yang lebih kuat kepada pihak yang lebih lemah. Kenyataannya bahwa kekerasan lebih banyak menimpa perempuan, baik secara fisik maupun non-fisik. Kedudukan ekonomi dan sosial yang rendah dari perempuan menjadi penyebab dan akibat dari perlakuan kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan perempuan menjadi kendala untuk mencapai sasaran persamaan (hak), pembangunan dan perdamaian. Kekerasan terhadap perempuan dapat mengganggu dan melanggar hak asasi serta kebebasan pokok mereka.
Melihat permasalahan sosial diatas, sosiologi mencoba memahami dengan menggunakan pendekatan struktural fungsional. Teori structural fungsional pertama diperkenalkan oleh Talcott Persons. Teori stuktural fungsional merupakan teori sosio yang diterapkan dilingkungan keluarga. Teori ini berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri dari beberapa unsur yang terstruktur yang saling berhubungan satu sama lainnya. Menurut Parsons, ada empat fungsi tindakan untuk mempertahankan suatu sistem yaitu;


1)    Adaptation ‘penyesuaian diri’
Dalam fungsi ini sistem harus menyesuaikan diri individu dengan kebutuhan lingkungannya. Jika dihubungkan dengan fenomena kekerasan dalam rumah tangga, ditandai dengan penyalahgunaan suatu kekuatan dan kontrol seseorang terhadap orang lain di dalam satu lingkup keluarga.Tindakan ini bisa berupa penyerangan secara fisik (penganiayaan), pelecehan seksual dan berbagai ancaman. Sehingga individu dan masyaraka diharuskan untuk bisa beradaptasi menyesuaikan lingkungannya.
2)    Goal Attaiintment ‘pencapaian tujuan’
Pencapaian tujuan yang dimaksud adalah tujuan bersama bukan individu. Dengan hal ini suatu kelompok harus menentukan tujuannya. Jika dalam rumah tangga tidak memiliki tujuan yang sama maka akan terjadinya konflik hingga kekerasan.
 
3)    Integration ‘integrasi’
Fungsi integrasi dalam sistem adalah untuk mengatur hubungan bagian-bagian yang berada di sitem tersebut dan mereka didalamnya. Sistem ini juga mengelola fungsi ketiga sistem yang didalamnya (adaptasi, goal attaintment dan latency). Integrasi dalam hubungan keluarga harus mengatur komponen sehingga dapat berfungsi secara maksimal. Sehingga dapat meningkatkan solidaritas untuk meminimalisir terjadinya konflik.
4)    Latency ‘pemelihara pola’
Fungsi yang dimiliki suatu sistem untuk melengkapi, memelihara dan memperbaiki pola, norma yang sudah ada. Latency yang diterapkan di rumah tangga seperti penerapan norma agama, disiplin, nilai-nilai kejujuran, disiplin, dan kasih sayang. Jika dalam rumah tangga fungsi tersebut tidak berjalan dengan baik maka terjadinya konflik dan kekerasan rumah tangga.
Berdasarkan teori struktural fungsional, keluarga merupakan sosialisasi pertama yang diberikan kepada anak. Dalam teori fungsional melihat bahwa peran dan fungsi suami atau ayah yang memiliki kekuasaan serta kekuatan untuk bersikap tegas dalam menyelesaikan masalah pada anggota keluarga. Sehingga laki-laki disosialisasikan dalam perilaku agresif dan keras. Kemudian, perempuan diharuskan untuk tunduk pada perintah laki-laki seperti perilaku otoriter. Hal inilah yang membuat laki-laki bersikap keras bahkan melampaui batas. Mereka cenderung sulit mengontrol emosi sehingga melampiaskannya dengan memukul, melempar sampai mengeluarkan kata-kata kasar.
Adapun contoh kasus KDRT yang terjadi di awal bulan Juli tepatnya di kota Tanjungpinang yaitu seorang suami berinisial A tega membacok kepala istrinya berinisial S. Kekerasan tersebut berawal ketika pelaku hendak mengajak dua anaknya ikut bersama ke Tanjunguban, karena pelaku dan korban akan berpisah. Sebelumnya pelaku sempat mengancam akan bunuh diri jika kedua anaknya tidak ikut bersama ke Tanjunguban. Pelaku juga mengatakan telah pisah rumah dan dalam proses perceraian dengan korban. Ketika pelaku kembali kerumah korban untuk menitipkan anak mereka, korban justru memarahinya dengan mata melotot hingga melontarkan kalimat yang membuat pelaku gelap mata dan mengambil sebilah parang dari dapur lalu membacok kepala istrinya hingga berdarah. Setelah melakukannya, pelaku menyerahkan diri ke kantor polisi dan pelaku mengaku khilaf. Sedangkan korban sempat dirawat di RSUD. Menurut keterangan korban, pelaku tidak terima untuk diceraikan. Melihat dari kasus diatas, bahwa struktur dalam keluarga tidak berfungsi
 
seperti kurangnya pemelihara dalam pola seperti adanya kekerasan, dan sifat temperament dari laki-laki yang sulit dikontrol.
Dampak yang ditimbulkan dari kekerasan perempuan akan menimbulkan rasa trauma, ketakutan, kekerasan mental terganggu, sulit berinteraksi bahkan hilangnya rasa percaya diri. Dampak tersebut baru dalam psikis belum lagi dampak fisik seperti adanya kecacatan dan luka tubuh yang mengganggu kesehatan fisik.
Dalam hal ini, untuk menghentikan maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan diawali dari perempuan sendiri dengan memberikan penolakan secara tegas jika terjadi kekerasan, tidak melakukan free sex sebelum menikah, berani dalam menjaga diri, memperjuangkan ideologi di masyarakat dengan meramaikan kampanye “stop kekerasan”, dan memiliki pemikiran yang terbuka. Bagi perempuan tidak perlu takut untuk mengadu dan melaporkan tindakan kekerasan. Karena negara telah memberikan ruang dan memfasilitasi tempat untuk pengaduan kekerasan bahkan telah memiliki payung hukum. Untuk itu mari kita sama-sama bergandengan tangan untuk menghentikan kekerasan. Karena kita perempuan harus dilindungi dan disayangi.


DAFTAR PUSTAKA

https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan/?basis=1&tahun=2020

Kurnia. 2022. “Ini Pengakuan Suami Bacok Istri di Tanjung Pinang: di Situlah Aku Khilaf”. Sumatera. Diambil dari URL: https://www.tvonenews.com/daerah/sumatera/52190
-ini-pengakuan-suami-bacok-istri-di-tanjung-pinang-di-situlah-aku-khilaf

Syufri. 2009. “Prespektif sosiologi tentang kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga”. Jurnal Academica Fisip UNTAD Volume 1. Diambil dari URL: https://media.neliti.com/media/publications/28570-ID-perspektif-sosiologis-tentang
-kekerasan-terhadap-perempuan-dalam-rumah-tangga.pdf