Direktur Laksus : PR Kasus Kosmetik hingga Kasus Korupsi yang Mandek, Menanti Kapolda Sulsel

Diterbitkan oleh Admin pada Senin, 18 Desember 2023 16:47 WIB dengan kategori Headline Makassar dan sudah 532 kali ditampilkan

MAKASSAR - Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Pol Andi Rian Djajadi ditunggu banyak pekerjaan rumah (PR). Salah satu yang paling mendapat atensi publik adalah peredaran brand-brand kosmetik ilegal dalam 4 tahun terakhir dimana dua Kapolda sebelumnya dinilai gagal menuntaskan kasus ini. Kini, publik menunggu Andi Rian. Bisakah? 

"Saya kira kasus kasus berat tersebut  menunggu Andi Rian selaku Kapolda baru untuk menuntaskan PR yang belum tuntas meski telah lama. Ujar Direktur Laksus Muhammad Ansar Senin (18/12/2023). terkininews.com

Lanjut menurut Ansar, bahwa peredaran kosmetik ilegal di Sulsel sudah sampai di titik mengkhawatirkan. Tapi anehnya, hampir tidak ada owner kosmetik yang tersentuh hukum dan sepertinya mereka kebal hukum ini. Banyak yang ditangkap, tapi kemudian kasusnya mengambang. Tidak tuntas. Tidak ada yang selesai sampai di proses pengadilan," tandasnya. 

Ansar mengatakan, ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Sulsel. Dengan masuknya Andi Rian, kata dia, diharapkan akan menuntaskan kasus-kasus seperti ini. 

"Jadi ini tantangan sebenarnya bagi Andi Rian. Apakah dia mampu atau tidak. Kita tunggu. Dan kita akan terus kawal ini sampai tuntas," kata Ansar. 

Selain brand kosmetik ilegal, Ansar juga menyoroti sejumlah kasus korupsi yang mandek. Di antaranya proyek Makassar Recover Pemkot Makassar. 

Proyek ini sempat diusut Polda Sulsel pada 2022, namun hingga kini penyelidikannya tak menunjukkan kemajuan. Proyek Makassar Recover menghabiskan anggaran Rp15 miliar. 

Beberapa kasus korupsi lainnya juga terhenti di proses penyelidikan. Di antaranya korupsi BPNT (Kasus dugaan korupsi Bantuan Pangan Non Tunai) dan Bansos Covid-19 Makassar. 

Kata Ansar, perlu ada evaluasi dari Kapolda dalam penanganan semua kasus ini. Kapolda sambung dia, harus mencermati proses yang berjalan di tingkat penyelidikan. 

"Jangan sampai ada proses yang tidak berjalan di sana. Ya saya kira penyidik juga perlu untuk dicermati kinerjanya," ucapnya. 


BNN Diminta Selidiki Bahan Kosmetik Ilegal

Badan Narkotika Nasional (BNN) Sulawesi Selatan juga diminta menyelidiki kandungan bahan kimia yang digunakan oleh brand-brand kosmetik di Sulsel. Kosmetik ilegal diduga mengandung bahan berbahaya. 

"Ini bagian dari wewenang BNN. Karena itu kita minta BNN menyelidiki kandungan bahan kimia yang mereka gunakan. Sebab produk kosmetik itu dominan dikemas dan diracik sendiri," terang Ansar.

Menurut Ansar, beberapa produk kosmetik diduga belum ternotifikasi di BPOM. Produk itu dikemas sendiri oleh pemiliknya (owner) tanpa melalui uji kelayakan. Mereka juga tak mengantongi izin edar.

Kata Ansar, produk kosmetik ini tidak akan lolos uji kelayakan. Karena diduga memiliki kandungan bahan kimia yang melebihi ambang batas.

"Hasil penelitian menunjukkan, hampir semua produk kosmetik ini menggunakan zat berbahaya sebagai bahan baku utama. Para peneliti menyebut, bahan-bahan yang digunakan mengandung kadar merkuri di atas 70%," ucap Ansar.

Karena itu, BNN harus turun tangan menyelidikinya. Ansar menegaskan, ini tak bisa lagi dibiarkan karena sudah menyangkut keselamatan orang banyak.

Yang Bisa Menjerat Mereka

Lantas mengapa produsen kosmetik ilegal masih bebas menjalankan bisnisnya? Sebenarnya seperti apa aturan yang bisa menjerat mereka?

Sesuai aturan Kemenian Kesehatan (Kemenkes) tentang izin produksi kosmetik menjelaskan secara rinci pembuatan kosmetik. Di mana izin produksi harus dimiliki oleh perusahan kosmetik, tidak semerta-merta langsung memasarkan produk tanpa izin.

Kemudian, produsen kosmetik juga harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sesuai dua kategori yang ditetapkan yakni Golongan A dan B.

Syarat izin Golongan A antara lain produsen harus memiliki apoteker, kemudian memiliki fasilitas produksi sesuai produk yang dibuat, memiliki laboratorium, dan melaksanakan cara pembuatan kosmetik yang baik atau CPKB.

Kemudian, untuk Golongan B produsen dianjurkan memiliki tenaga tehnis kefarmasian, memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana dan mampu menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai cara pembuatan kosmetik yang baik.(Anzr/**)