Akrobat Politik Marlin Agustina: Kritik dan Tantangan Manajemen Kinerja

Diterbitkan oleh Redaksi pada Jumat, 29 Desember 2023 11:59 WIB dengan kategori Opini Suara Mahasiswa dan sudah 384 kali ditampilkan

Sayyidul Miftah

Mahasiswa STEBI Batam

 

OPINI - Keberlangsungan stabilitas politik suatu daerah seringkali menjadi sorotan ketika terjadi pergeseran aliansi atau perpindahan partai oleh pejabat publik. Pada kasus yang melibatkan Wakil Gubernur Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Marlin Agustina, yang dilaporkan pindah dari Partai Nasdem ke Partai Gerindra, memunculkan berbagai pertanyaan terkait akrobat politik dan dampaknya terhadap manajemen kinerja pemerintahan daerah. Dalam opini ini, kita akan mengeksplorasi kritik terhadap akrobat politik Marlin Agustina, melihatnya dari sudut pandang manajemen kinerja.

 

1. Kestabilan Politik dan Kinerja Pemerintahan Daerah

Pertukaran partai oleh seorang pejabat tinggi seperti Wakil Gubernur dapat mengancam stabilitas politik di tingkat regional. Manajemen kinerja pemerintahan daerah menjadi rentan terhadap perubahan dinamika politik, yang pada gilirannya dapat memengaruhi kelancaran pelaksanaan program-program strategis. Perpindahan partai yang tidak terkelola dengan baik dapat memunculkan ketidakpastian di kalangan birokrasi dan berpotensi menghambat produktivitas.

 

2. Keterbukaan dan Komunikasi Antar-Partai

Dalam konteks manajemen kinerja, pentingnya keterbukaan dan komunikasi antar-partai menjadi kunci. Pernyataan Sekretaris DPW Partai Nasdem Kepri, Kamaluddin, bahwa mereka belum mengetahui secara pasti mengenai kepindahan Marlin Agustina mencerminkan kurangnya komunikasi antar-partai. Manajemen kinerja yang baik membutuhkan kerja sama dan koordinasi yang efektif antar-lembaga politik untuk memastikan keberlangsungan kebijakan dan program pembangunan.

 

3. Pengelolaan Sumber Daya Manusia

Sejalan dengan manajemen kinerja, perpindahan partai oleh pejabat publik juga membawa dampak pada pengelolaan sumber daya manusia di pemerintahan daerah. Bagaimana birokrasi menyesuaikan diri terhadap perubahan kepemimpinan dan kebijakan menjadi pertanyaan krusial. Manajemen sumber daya manusia yang efektif harus mampu menanggapi dinamika politik tanpa mengorbankan integritas dan independensi birokrasi.

 

4. Konflik Kepentingan dan Etika Politik

Perpindahan partai oleh seorang wakil gubernur yang juga isteri Ketua DPW Nasdem Kepri, Muhammad Rudi, menimbulkan pertanyaan serius tentang konflik kepentingan. Dalam perspektif manajemen kinerja, konflik kepentingan dapat menghambat proses pengambilan keputusan yang objektif dan berdampak negatif pada pelaksanaan program-program pemerintah. Oleh karena itu, etika politik dan kebijakan anti-korupsi perlu diperkuat sebagai bagian integral dari manajemen kinerja.

 

5. Dampak terhadap Reputasi dan Kredibilitas Pemerintah Daerah

Akrobat politik yang terjadi dalam kasus Marlin Agustina berpotensi merusak reputasi dan kredibilitas pemerintah daerah. Manajemen kinerja tidak hanya terkait dengan efisiensi dan efektivitas administratif, tetapi juga mencakup aspek-aspek yang bersifat reputasional. Dalam menghadapi perubahan politik, penting bagi pemerintah daerah untuk memiliki strategi komunikasi yang kuat guna menjaga kepercayaan masyarakat dan para pemangku kepentingan.

 

6. Perlunya Peraturan Internal Partai yang Jelas

Dari sudut pandang manajemen kinerja, perpindahan partai oleh pejabat tinggi memunculkan pertanyaan tentang kejelasan peraturan internal partai. Bagaimana partai mengelola dan mengontrol perpindahan anggota menjadi faktor penting dalam menghindari ketidakstabilan politik yang berimbas pada kinerja pemerintahan. Partai politik sebagai institusi perlu memiliki aturan yang transparan dan diterapkan dengan konsisten untuk mencegah akrobat politik yang dapat merugikan stabilitas pemerintahan.

 

7. Pemberdayaan Masyarakat dalam Manajemen Politik Lokal

Dalam kerangka manajemen kinerja, pemberdayaan masyarakat memiliki peran sentral. Masyarakat yang terlibat aktif dalam proses politik dapat menjadi garda terdepan dalam mengawasi perubahan politik dan menuntut akuntabilitas dari para pemimpinnya. Masyarakat yang teredukasi dan terlibat aktif memiliki potensi untuk menekan perilaku akrobat politik dan mempromosikan stabilitas politik yang berdampak positif pada manajemen kinerja pemerintahan.

 

Perpindahan partai oleh Wakil Gubernur Kepri, Marlin Agustina, memunculkan serangkaian pertanyaan dan kritik. Dalam perspektif manajemen kinerja, penting untuk mengevaluasi dampaknya terhadap stabilitas politik, efektivitas pemerintahan daerah, dan integritas institusi politik. Komunikasi antar-partai, pengelolaan sumber daya manusia, konflik kepentingan, etika politik, reputasi, peraturan internal partai, dan pemberdayaan masyarakat adalah faktor-faktor kunci yang perlu diperhatikan dalam menanggapi akrobat politik semacam ini. Hanya melalui manajemen kinerja yang baik, pemerintah daerah dapat tetap fokus pada tugasnya untuk melayani dan memajukan kepentingan masyarakat.