Menuju Perumahan yang Terjangkau: Tantangan Implementasi Program Tapera di Indonesia
Ulfa Larasanti
Mahasiswa Manajemen Bisnis Syariah STEBI Batam
Pengenalan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 2016 melalui Undang-undang Nomor 2016 tampaknya merupakan langkah yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan penting dalam bidang perumahan, terutama bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang selama ini kesulitan untuk memiliki rumah sendiri. Namun, seperti banyak kebijakan publik lainnya, impementasi Tapera tidak luput dari kritik dan tantangan yang harus dihadapi.
Secara teoritis, Tapera memiliki tujuan yang mulia: menggalang dana dari peserta untuk kemudian digunakan sebagai pembiayaan perumahan pertama. Melalui mekanisme iuran sebesar 3% dari penghasilan, yang terbagi antara pemberi kerja dan pekerja sendiri, pemerintah berharap dapat membantu masyarakat memenuhi kebutuhan perumahan mereka. Namun, dalam kenyataannya, ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan lebih dalam.
Pertama, adalah masalah aksesibilitas dan partisipasi. Meskipun Tapera mengikutsertakan berbagai jenis pekerja, dari PNS hingga pekerja mandiri, masih terdapat tantangan besar dalam mengajak peserta swasta, terutama dari sektor informal, untuk bergabung. Pengaturan yang memungkinkan pendaftaran hingga tujuh tahun setelah implementasi pada 2020 mungkin terlalu panjang dan kurang mendorong partisipasi aktif sejak awal. Ini mengisyaratkan adanya kebutuhan untuk strategi yang lebih proaktif dalam menjangkau dan memberdayakan golongan pekerja yang belum tercover.
Kedua, adalah transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana. BP Tapera, yang bertanggung jawab atas pengelolaan dana Tapera, seharusnya memiliki mekanisme yang sangat jelas dan terbuka untuk memastikan bahwa dana yang dikumpulkan digunakan secara efektif dan efisien untuk tujuan yang dimaksudkan. Keterlibatan stakeholder, termasuk peserta Tapera dalam pengambilan keputusan terkait investasi dan alokasi dana, adalah krusial untuk menghindari penyalahgunaan atau kekurangan akuntabilitas.
Selanjutnya, adalah soal keberlanjutan dan jaminan hasil yang maksimal bagi peserta. Meskipun Tapera menyediakan dana pemupukan dan pembiayaan dengan bunga rendah untuk pemilik rumah pertama, masih ada pertanyaan terkait efektivitas dari investasi dana pemupukan tersebut. Bagaimana hasil investasi tersebut dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi peserta, terutama dalam konteks ketahanan ekonomi dan perubahan harga properti di masa depan, perlu dievaluasi secara cermat.
Masalah lain yang muncul adalah pengelolaan risiko, terutama dalam hal pengembalian dana bagi peserta yang kehilangan status kepesertaannya. Kriteria seperti pensiun bagi pekerja dan mencapai usia 58 tahun bagi pekerja mandiri menjadi syarat untuk mengakhiri keanggotaan. Namun, prosedur untuk pengembalian dana dan hasil pemupukan juga perlu diatur dengan jelas agar tidak menimbulkan ambigu atau kesulitan administratif bagi peserta yang berhak.
Tidak kalah pentingnya adalah integrasi Tapera dengan kebijakan perumahan lainnya yang ada di Indonesia. Sementara Tapera memberikan alternatif untuk membiayai perumahan pertama, bagaimana koordinasi dengan program-program lain seperti subsidi perumahan atau program renovasi rumah yang sudah ada perlu dieksplorasi lebih lanjut. Upaya sinergis ini dapat mengoptimalkan manfaat bagi masyarakat yang membutuhkan akses perumahan terjangkau.
Namun, di balik kritik dan tantangan yang dihadapi, ada potensi besar untuk Tapera sebagai instrumen yang dapat mengubah pemandangan perumahan di Indonesia jika dikelola dengan baik. Pemerintah perlu berkomitmen untuk melakukan evaluasi berkala terhadap implementasi Tapera, mendengarkan masukan dari berbagai stakeholder, dan melakukan perbaikan yang diperlukan untuk memastikan program ini berjalan sesuai dengan ekspektasi dan memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat.
Terkait dengan aspek investasi dana pemupukan, pemerintah harus memastikan bahwa kegiatan investasi yang dilakukan melalui BP Tapera adalah transparan dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. Keterlibatan publik dan peserta dalam pengambilan keputusan investasi serta pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan dana adalah krusial untuk memastikan keberhasilan jangka panjang dari program Tapera.
Selain itu, dalam konteks kebijakan sosial, pemerintah juga perlu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya memiliki rumah sendiri dan manfaat dari Tapera sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut. Kampanye yang lebih luas dan pendekatan yang lebih inklusif dalam mengedukasi masyarakat mengenai cara mengelola keuangan pribadi dan manfaat dari Tabungan Perumahan Rakyat dapat meningkatkan partisipasi serta kesuksesan program ini di masa depan.
Meskipun Tapera diharapkan dapat menjadi solusi untuk permasalahan perumahan di Indonesia, langkah-langkah konkret perlu diambil untuk memastikan bahwa program ini berjalan dengan efektif dan memberikan manfaat maksimal bagi semua peserta. Evaluasi mendalam terhadap implementasi, kebijakan yang inklusif, dan pengelolaan yang transparan adalah kunci untuk membangun fondasi yang kuat bagi masa depan perumahan yang lebih baik di Indonesia.