Menangkan Tender Proyek P2TL PLN Sulselrabar, Diduga Gunakan Domisili Bodong
MAKASSAR, -- Korupsi pada proyek pemborongan pekerjaan penertiban pemakaian tenaga listrik (P2TL) Area Makassar Selatan yang bernilai Rp 7.550.380.782 miliar tahun 2017, mengundang reaksi (ACC) Anti Corruption Committee Sulawesi yang mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar untuk mengusut permaslahan tersebut.
Direktur Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, mengatakan bahwa dalam proyek yang menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) senilai Rp 7.550.380.782 itu diduga kuat ada unsur gratifikasi sehingga dapat memenangkan proyek yang tak memiliki badan hukum jelas yakni PT. Lisna Abdi Prima.
“Kantornya saja disini tak jelas. Dari hasil investigasi kami ada beberapa keterangan domisili usaha yang dibuat PT Lisna Abdi Prima tapi semuanya tak jelas,” ujar Thalib, sapaan akrab Abdul Muthalib.
ACC Sulawesi akan segera melaporkan dugaan adanya persekongkolan jahat dalam pemenangan tender tersebut.
“kita akan segera laporkan resmi dan berharap Kejati segera turun mengusut dugaan korupsi dalam proyek pengerjaan P2TL PLN senilai Rp 7.550.380.782 miliar yang telah dimenangkan PT Lisna Abdi Prima ” tegas Thalib.
Beberapa dokumen keterangan domisili usaha yang telah dilampirkan PT. Lisna Abdi Prima dalam memenuhi syarat sebagai pelaksana proyek P2TL PLN yakni keterangan domisili dari Kelurahan Masale Kecamatan Panakukang Makassar dan keterangan domisili usaha dari kelurahan Katangka Kecamatan Sombaopu Kabupaten Gowa, semuanya bersifat bodong.
“Kelurahan Masale dan Kelurahan Katangka sudah mengeluarkan keterangan resmi jika surat keterangan domisili usaha PT. Lisna Abdi Prima tidak sah alias dibatalkan karena setelah dicek PT Lisna Abdi Prima sama sekali tak punya kantor dalam wilayah yang dimaksud. Jadi jelas bahwa PT Lisna tak berhak dapat pengerjaan tersebut. Ada apa ??” ungkap Thalib.
Sementara terkait domisili yang dikeluarkan oleh kelurahan. Sabtu (30/12/2017) saat di konfirmasi terkininews.com, pada kelurahan terkait keterangan domisili, lurah Masaleh enggan menjawab dengan berbagai alasan.
Hal senada juga datangnya dari Jernias Rarsina. SH. MH. Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) Paulus Makassar, yang mengatakan bahwa jika perusahaan pemenang pengerjaan proyek P2TL PLN tersebut tidak memenuhi syarat atau cacat administrasi tapi mendapatkan pengerjaan proyek negara yang dimaksud, maka negara lah yang dirugikan.
“Perusahaan yang ditemukan cacat administrasi tapi menang tender proyek negara maka jelas itu ada persekongkolan jahat ditingkat panitia lelang, panitia pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan perusahaan yang dimaksud,” terang Jernias.
Secara prosedural maupun substansi, perusahaan yang cacat administrasi, kata dia, tak layak mendapatkan pengerjaan.
“Jika sebaliknya atau perusahaan cacat administrasi itu tetap menerima pengerjaan, maka jelas panitia lelang, PPTK dan PPK tidak melakukan proses verifikasi dengan benar sehingga perusahaan yang dimaksud lolos bahkan terpilih sebagai pemenang tender. Unsur tipikornya terpenuhi negara jelas dirugikan,” jelas Jernias.
Sebelumnya, seorang warga pelanggan listrik di kota Makassar, Ahmadi Alwi juga menemukan dugaan adanya mekanisme bodong atau tak melalui proses yang benar dalam perjalanan tender proyek Pemborongan Pekerjaan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) Area Makassar Selatan tahun 2017 yang dimenangkan oleh PT. Lisna Abdi Prima.
Pelanggan PLN yang berdomisili di Jalan Hartaco Indah Blok 3 H No. 23 Kel. Parangtambung Kec. Tamalate Kota Makassar tersebut mengatakan proyek P2TL yang dikerjakan oleh perusahaan asal Kota Depok, Jawa Barat (Jabar) tersebut menggunakan anggaran senilai Rp 7.550.380.782 yang bersumber dari APBN tahun anggaran 2017.
“Perusahaan ini asal Kota Depok, Jawa Barat yang kemudian mendapatkan pekerjaan P2TL dalam Area Makassar Selatan ,” katanya sambil memperlihatkan seluruh dokumen terkait pengerjaan P2TL itu.
Ia menjelaskan, proses tender yang diduga bodong yang dimaksud, dimana kata dia, perusahaan PT. Lisna Abdi Prima lebih awal menerima pengerjaan P2TL sebelum melengkapi syarat-syarat dan kelengkapan surat penawaran pekerjaan yang telah diatur dalam aturan teknis untuk memenuhi kualifikasi.
Sementara, sambung dia, syarat tersebut merupakan kewajiban yang terlebih dahulu harus dipenuhi untuk dinyatakan layak mengikuti proses tender penawaran pengerjaan.
Salah satu syarat yang harus dipenuhi, kata Ahmadi, yakni memasukkan copy sertifikat badan usaha penunjang tenaga listrik (SBUJPTL) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Kelistrikan (DJK) atau Lembaga sertifikasi yang diakreditasi/ditunjuk oleh Menteri Energi Sumber Daya Manusia (ESDM).
“Pengerjaan didapatkan pada tanggal 16 Juni 2017 seperti yang tertera dalam Surat Perintah Kerja Pemborongan P2TL. Sementara yang tertera di website resmi DJK ESDM dimana PT. Lisna Abdi Prima baru mendapatkan sertifikat badan usaha pada 8 Agustus 2017. Jadi menang dulu baru urus dokumen persyaratan ,”beber Ahmadi.
Dalam SPK Pekerjaan P2TL Area Makassar Selatan yang diberikan kepada PT Lisna Abdi Prima diketahui bernomor 0077.PJ/DAN.02.03/AMKSS/2017 tanggal 16 Juni 2017 dan Surat Kuasa Nomor: 0009.SKU/DAN.02.03/AMKSS/2017. Dimana PT. Lisna Abdi Prima dinyatakan telah memenuhi seluruh persyaratan dalam dokumen pengadaan yang dilaksanakan melalui pelelangan secara terbuka. (*)