Mengenal Ikan Napoleon

Diterbitkan oleh pada Jumat, 1 April 2016 17:44 WIB dengan kategori Khazanah dan sudah 8.343 kali ditampilkan

Ikan Napoleon, ialah spesies anggota Labridae, famili yang mempunayi spesies sangat bervariasi. Didanding ikan lain, informasi biologi dari ikan ini tidak banyak diketahui kecuali beberapa fakta bahwa dia hidup di karang, pertumbuhan lambat (bisa mencapai umum 30 tahun) dan termasuk kategori highly commercial dalam perikanan tangkap.

 

Ikan napoleon paling sering disebut dengan nama dagang Humphead, Maori Wrasse atau So Mei karena karakteristik bagian kepala yang menonjol (cembung) mulai di atas mata ke belakang. Namun ciri ini juga dimiliki oleh satu spesies anggota famili Scariae, ialah ikan kakatua, Bolbometopon muricatum (Valenciennes, 1840) (Gambar 1). Di dalam air, keduanya bisa dibedakan terutama dari bentuk sirip ekor, bentuk badan secara vertikal dan kelimpahannya dalam kelompok. Ikan kakatua lebih kompres secara vertikal, sedangkan ikan napoleon sedikit lebih bulat. Di bagian belakang mata terdapat dua garis berwarna hitam ke arah belakang. Namun marker (tanda) ini hanya terlihat pada specimen yang sudah dewasa saja. Ikan napoleon lebih sering ditemukan hidup soliter dengan kelimpahan yang jauh lebih rendah. Selain karena karakteristik dasar sebagai top-predator, ikan ini termasuk kategori long-lived species (bisa mencapai umur 30 tahun). Rekor yang pernah dicatat, ikan ini mencapai ukuran 229 cm, dengan berat individu 190 kg. Dari data yang diketahui, ikan napoleon berada pada kisaran kedalaman antara 5 – 60 m, pada habitat terumbu karang. Pada terumbu karang dengan tekanan penangkapan relatif rendah, ukuran ikan napoleon ditemukan bervariasi antara panjang 60 – 100 cm.

Ordo Percomorphi, Sub ordo Percoidea, Family Labridae, Genus Cheilinus. Bentuk tubuh memanjang agak memipih, warna agak biru kehijauan, bagian ekor berwarna gelap, bibir tebal, dan berbentuk seperti fleksibel, rahangnya lebar dan kuat, gigi taringnya tajam dan kuat terdapat sepasang gigi tambahan yang terletak di tenggorokan, mulut tidak lebar, gigi berbentuk chinus dan gigi lainnya berbentuk canus. Sirip punggung berduri keras, jumlah 9 buah yang terdapat sepanjang punggung, pada daerah vorheat (dahi) terdapat benjolan tebal, daerah preoper dan operculum bersisik halus, sisik dada besar, halus bertipe sikloid, tiap sisik terdapat garis-garis bertipe radier (melintang) dan pada garis pertumbuhan terdapat pigmen melanin dan guanin yang berwarna hijau dan biru, linea lateralis tunggal lurus, atau kadang terputus. Ekor besar dan tidak bercabang, panjang badan mencapai 180-250 cm dengan berat 150-250 kg. Sehingga ikan ini termasuk kategori berukuran besar. (Sinar, 2011)

Tergolong ikan demersal yang umumnya terdapat di perairan karang (terumbu karang) . Ikan Napoleon merupakan salah satu ikan karang besar yang hidup pada daerah tropis. Kehidupan hewan ini umumnya sama dengan ikan karang lain yang hidup secara soliter. Para penyelam biasanya menemukan ikan ini berenang sendiri pada daerah sekitar karang. Dan biasanya sangat jinak dengan para penyelam. Ikan ini biasanya tidak terusik dengan aktivitas para penyelam. Kebiasaan hidup sendiri pada kedalaman tertentu membuat hewan ini sangat dinantikan oleh para penyelam untuk melihat atau bahkan memotret hewan ini.

Ikan napoleon diketahui menyebar pada wilayah terumbu karang antara perairan Samudera Hindia bagian barat sampai wilayah Indo-Pasifik (Gambar 2). Berdasarkan catatan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) (CITES, 2004), napoleon dikatakan berada dalam 48 wilayah jurisdiksi negara dan teritori. Indonesia termasuk negara yang paling dominan sebagai wilayah penyebaran ikan napoleon di dunia. Namun dia termasuk mendapat tekanan dari penangkapan berlebih (over-fishing).

Survei Yvonne Sadovy di Derawan, Banda dan beberapa tempat lainnya mendapatkan kepadatan ikan napoleon yang bervariasi antara 0,01 – 1,0 # ha-1. Bahkan untuk mendapatkan sampel yang dianggap bisa mewakili, Sadovy harus menyelam pada hamparan karang sepanjang 6 km. Pada kondisi terumbu karang yang tidak mengalami tekanan penangkapan (atau tingkat pemanfaatan rendah), kepadatan ikan napoleon bisa mencapai 10 # ha-1. Perbedaan ini dijadikan sebagai indikator awal terjadinya penangkapan berlebih (over-fishing) ikan napoleon gerusan mulutnya ketika makan, sangat menarik bagi para penyelam sehingga diibaratkan seperti sekelompok anak-anak yang sedang memakan kembang gula. Kadang-kadang juga ikan besar ini mengasah giginya pada karang massif (padat) sehingga meninggalkan bekas goresan yang menakjubkan.

Salah satu makanan utama dari ikan napoleon ialah mahkota bintang berduri. Beberapa peneliti meyakini bahwa ikan napoleon juga secara aktif mengkonsumsi telur dari mahkota bintang berduri. Keberadaan ikan napoleon, oleh karena itu, dinyatakan sebagai salah satu key stone species. Jika jumlah populasi ikan napoleon berkurang, habitat terumbu karang diduga akan mengalami ledakan populasi mahkota bintang berduri. Laporan dari Taman Nasional Komodo menunjukkan perbedaan frekuensi terjadinya ledakan populasi bintang berduri di luar wilayah yang dilindungi. Fungsi ekologis dari ikan napoleon dilakukan secara sinergis dengan populasi Trumpet, Giant Triton, Charonia tritonis(Linnaeus, 1758). Sayangnya, kedua key stone species ini cenderung diburu secara berlebih oleh nelayan karena kebutuhan pasar yang tinggi.

 

Ikan napoleon termasuk ikan jenis sequential hermaphrodite, ialah mempunyai jenis kelamin tertentu pada awal kehidupannya sampai umur tertentu, selanjutnya melakukan perubahan kelamin. Pada kasus ikan napoleon, dia termasuk dalam kategori hermaphrodite protogynous, ialah mempunyai kelamin betina pada umur muda (sampai ukuran berat sekitar 1 kg), selanjutnya berkelamin jantan sepanjang sisa hidupnya. Hal ini menyulitkan dalam penentuan ukuran ikan yang boleh ditangkap. Untuk mempertahankan kelangsungan populasi ikan ini di alam, pengelola perikanan harus bisa mempertahankan keseimbangan antara ikan berukuran kecil dengan ukuran yang lebih besar.

Ikan napoleon memijah secara berpasangan dalam kelompok kecil (2 – 5 pasangan), namun bisa juga terjadi dalam kelompok (agregasi) yang relatif besar (> 5 pasang) (Roberts et al., 1995). Lokasi pemijahan lebih disukai reef-promentory (ujung tanjung terumbu karang yang memungkinkan terjadinya arus ke arah luar atau laut lepas. Setelah fase pembuahan, informasi siklus hidup ikan ini tidak banyak diketahui sampai munculnya ikan-ikan muda di pinggir karang.

Setelah pembuahan, telur ikan napoleon akan menyebar, dibawa arus dan menetas menjadi larva planktonik (fase larva planktonik tidak diketahui). Ketika mencapai ukuran 8 – 11 mm, larva menetap di dasar perairan pada atau sekitar terumbu karang. Larva ini paling banyak ditemukan pada 4 (empat) jenis karang keras (Acropora spp., dan Porites cylindricus) serta jenis karang lunak Sarcophyton sp. Beberapa peneliti menemukan larva fase ini juga menempel pada tanaman lamun jenis Enhalus acoroides (Linnaeus f.). Ikan juvenile sering bermigrasi diantara habitat hutan bakau, lamun dan terumbu karang. Ikan dewasa berada pada terumbu karang bagian luar, terutama pada bagian terusan (reef channel) yang terbuka langsung dengan laut lepas.

Aktivitas pemijahan itu dimulai dengan berkeliling bersama secara perlahan membentuk suatu kelompok. Saat anggota kelompok bertambah, mereka berenang lebih cepat dan lebih cepat lagi, akhirnya makin rapat membentuk kelompok besar. Pada puncak hiruk-pikuk tadi, seluruh kelompok naik ke arah permukaan laut kemudian secepat kilat berbalik arah dan meninggalkan sebuah massa telur dan sperma di belakang yang segera terbawa oleh arus. Jika proses bertelur dilakukan secara pasangan, yang jantan menyiapkan tempat bertelur pada seonggok karang atau batu yang menyolok. Dari sini dia menarik perhatian betina yang lewat, yang kira-kira bisa memberi harapan. Caranya, di atas calon pasangan dia bergerak ke atas dan ke bawah dan menggetarkan tubuhnya sembari berenang kembali. Kalau siap menerima pinangannya, si betina akan membalasnya dengan memberi sinyal ke ikan jantan yang meminangnya. Dengan bangga si betina melengkungkan tubuhnya membentuk huruf “S” sembari mempertontonkan perut buncitnya yang berisi telur. Mereka kemudian bertelur dalam suatu gerakan naik turun secara cepat ke permukaan. Proses bertelur ini berlangsung singkat dalam suatu hari, tergantung pada kondisi setempat. Di areal dengan arus pasang surut yang kuat, bertelur terjadi hanya setelah puncak pasang naik, keadaan yang ideal untuk memindahkan telur ke luar terumbu karang.

 

Mahalnya perdagangan ikan ini merupakan salah satu penyebab populasi ikan ini sangat jauh berkurang dialam. Warna daging yang putih lembut dengan rasa yang sangat lezat, membuat ikan ini semakin diburu. Beberapa Negara yang dicatat sebagai pengimpor ikan ini adalah Singapura, Cina, Hongkong dan Jepang. Juga pernah dicatat beberapa pesanan berasal dari Canada, Amerika dan beberapa nagara di Eropa. Walau dilakukan dengan tidak resmi, sampai sekarang masih didapatkan beberapa kasus penyeludupan hewan ini keluar dari Indonesia.

Ikan ini merupakan salah satu ikan yang sangat dilindungi dan dilarang perdagangannya saat ini. Oleh International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), ditetapkan ikan Napoleon sebagai salah satu ikan yang dilindungi di dunia karena ikan ini telah langka dan terancam populasinya dialam. Pada COP 13 CITES di Bangkok, Thailand pada tanggal 2 – 14 Oktober 2004 negara-negara anggota CITES telah menyepakati untuk memasukan jenis ikan ini kedalam Appendiks II CITES dan selanjutnya dalam pemanfaatannya harus sesuai dengan ketentuan CITES, karena Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi CITES sesuai Keputusan Presiden Nomor : 43 Tahun 1978 tentang Pengesahan Convention on International Trade In Endangered Species (CITES) of Wild Fauna and Flora. Dimana pengaturannya di Indonesia dilaksanakan oleh Departemen Kehutanan c.q. Dirjen PHKA selaku otoritas pengelola CITES. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka pemanfaatan Ikan Napoleon Wrasse (Cheilinus undulatus) yang tidak dilindungi undang-undang dan termasuk dalam Appendiks II CITES dalam penatausahaannya diatur sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SumberDaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah Nomor : 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.

Khusus untuk dibeberapa perairan Indonesia, kita dapat menemukan ikan ini hidup disekitar daerah sekiatar Irian (raja empat dan sekitarnya) , perairan Sulawesi tenggara (kabupaten Buton, Perairan Wakatobi dan sekitarnya) , Periaran Sulawesi Utara (Bunaken dan sekitarnya), Perairan Nusa Tenggara (Sikka dan sekitarnya), perairan Sulawesi selatan (Takabonerate dan sekitarnya), Perairan Maluku.

Ikan napoleon sudah dapat dibudidayakan, salah satu tempat budidaya ikan napoleon terdapat di daerah Sedanau, dan di Anabas Provinsi Kepulauan Riau. Di wilayah Sedanau dan sekitarnya saja, harga ikan Napoleon ini sudah mencapai Rp 1.000.000 per kilogram (kg). Dan,  ini menjadi mata pencaharian yang menjanjikan bagi nelayan.

Modal awalnya berkisar Rp 200 juta-Rp 400 juta per keramba. Investasi tersebut untuk biaya pembelian lahan, pendirian keramba, waring, serta bibit Napoleon. Namun untuk operasionalnya tidak begitu besar, biaya pakan dari awal sampai siap panen pada tahun keempat yang berkisar Rp 8 juta rupiah per petak keramba yang berisi 150 ekor ikan Napoleon.

 

Untuk penyediaan pakan tidak mengalami kesulitan, karena nelayan di sana biasa memenuhi pakan Napoleon dari hasil tangkapan ikan kecil dari kelong atau bagan milik sendiri. Selain itu ikan Napoleon atau Mengkaet atau yang populer di Hong Kong dengan nama Siomoy ini, tidak bisa dikembang biakan secara buatan atau dibudidayakan. Sehingga yang terjadi saat ini nelayan hanya bisa melakukan pembesaran saja, dan untuk bibitnya tetap didapat dari alam atau dibeli dari pemburu bibit ini, dengan harga yang tinggi. Seperti untuk bibit dengan ukuran lima sentimeter saja, bisa mencapai Rp 300 ribu per ekor. Dan, minimal harga bibit di pasaran bisa mencapai Rp 160 ribu, tapi ukurannya lebih kecil dan kemungkinan hidupnyapun lebih kecil, dari pada bibit yang besar.