Anak Jalanan dan Pengemis Potret Buram Kota Tanjungpinang

Diterbitkan oleh pada Rabu, 30 September 2015 18:40 WIB dengan kategori Opini dan sudah 3.208 kali ditampilkan

Masalah sosial gelandangan dan pengemis merupakan fenomena sosial yang tidak bisa dihindari keberadaannya dalam kehidupan masyarakat, terutama yang berada di daerah kota tanjungpinang.


Akhir-akhir ini, publik kembali dibuat gelisah akibat kehadiran anak jalanan (anjal), gelandangan dan pengemis (gepeng), pengamen dan pedagang asongan di sejumlah tempat di kota Tanjungpinang, terutama di lampu merah, pasar, rumah makan, dan bahkan di tempat ibadah (Mesjid). Kehadiran anak jalanan dan pengamen serta gelandangan pengemis seringkali membuat pengunjung tidak nyaman, dan mereka kerap menggunakan kata-kata kasar bahkan memaksa masyarakat untuk memberi sedekah atau membayar mereka mengamen.


Kehadiran mereka, baik di jalanan maupun di tempat-tempat vital lainnya membuat publik terusik dengan beragam aksi yang dilakukannya. Hal inilah yang membuat pemerintah melalui polisi pamong praja harus seseringkali mengadakan penertiban di sejumlah tempat/lampu merah. Meskipun Pemerintah Tanjungpinang sudah mengeluarkan dan menerapkan Peraturan Daerah Tanjungpinang Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Ketertiban, Kebersihan Dan Keindahan Lingkungan, namun anak jalanan dan gelandangan pengemis masih saja berkeliaran di Kota Tanjungpinang.

 

Dalam hal ini Pemerintah Dinas Sosial Kota Tanjungpinang selalu menghimbau kepada masyarakat untuk tidak memberi uang kepada anak jalanan. Himbauan tersebut sangat beralasan karena dengan memberikan uang kepada anjal atau gepeng (gelandangan dan pengemis), akan mematikan kreatifitas mereka sebagai generasi muda. Di kemudian hari, mereka akan mewarisi predikat kemiskinan serta menjadi sumber keresahan dan penyakit sosial di masyarakat. 

 

Anjal dan gepeng merupakan fenomena masyarakat miskin yang menjadi kajian menarik bagi perencana pembangunan dan kesejahteraan sosial, namun mencari alternatif pemecahannya merupakan sesuatu yang rumit dan tidak semudah membalik telapak tangan. Hal ini dikarenakan munculnya anjal, gepeng, dan sejenisnya sebagai akibat dari ketidakberdayaan orang tua mereka untuk dapat mengakses sumber daya, terutama pendidikan.

 

Demikian halnya dengan munculnya beragam kegiatan di jalan yang dilakukan oleh anak jalanan dan gelandangan pengemis, perlu terobosan untuk menekan penyakit sosial yang satu ini. Yang mendesak untuk dilakukan adalah pemerintah Dinas Sosial bekerjasama dengan Satpol PP Kota Tanjungpinang untuk tidak hanya menertibkan para anak jalanan dan gelandangan pengemis serta para pedagang dilampu merah, namun memberikan penyuluhan, keterampilan, dan sarana perasaran pendidikan serta kesehatan kepada mereka agar tidak berkeliaran lagi dijalan, pasar, rumah makan dan di tempat ibadah (Mesjid).

 

Itulah sebabnya pemerintah, para praktisi, pemerhati, akademisi, dan seluruh stakeholder yang terlibat dalam penanganan masalah kemiskinan diharapkan duduk bersama untuk mencari solusi terbaik. Karena kemiskinan berkaitan erat dengan kualitas SDM. Kemiskinan muncul karena SDM tidak berkualitas, demikian pula sebaliknya, meningkatnya kualitas SDM yang dimiliki suatu bangsa mengandung upaya untuk mengurangi atau menghapus kemiskinan. Oleh Karena itu, pengembangan SDM dimaksudkan untuk menghapus pengangguran dan kemiskinan, termasuk di dalamnya adalah mengurangi aktifitas anjal dan gepeng di jalanan.

 

Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pemerintah yang dapat menanggulangi kemiskinan, baik secara ekonomi maupun sosial, antara lain: 1) memberikan akses yang seluas-luasnya tanpa diskriminasi kepada setiap anak, terutama dari kelompok miskin (anjal dan gepeng) untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, 2) memaksimalkan peran dan fungsi rumah singgah untuk anak, 3) memberikan pendidikan dan keterampilan vokasional kepada anjal dan gepeng, 4) memperbaiki kualitas, sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan, 5) memperbaiki iklim usaha dan memudahkan masyarakat untuk memperoleh kredit usaha sehingga masyarakat mampu membuka peluang usaha, 6) memperbaiki akses penduduk miskin pada sumber daya ekonomi, 7) menerapkan kebijakan penciptaan lapangan kerja sehingga dapat mengurangi pengangguran, 8) melibatkan masyarakat secara partisipatif dan sistemik dalam upaya pengelolaan sumber daya alam, lingkungan dan lain-lain.

 

Dora Endah Tiyaswuri

Mahasiswa Ilmu Pemerintahan

Sekolah Tinggi Imu Sosial Politik

Tanjungpinang