Suku Laut Lingga, Suku Unik dimata Para Fotografer

Diterbitkan oleh pada Jumat, 18 Desember 2015 07:41 WIB dengan kategori Opini dan sudah 4.441 kali ditampilkan

LINGGA - Suku Laut merupakan suatu etnis atau suku bangsa yang berada diwilayah Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau. Mereka hidup di atas perahu dan selalu berpindah-pindah tergantung kepada iklim dan musim.

 

 

Mereka bukan lah nelayan yang umumnya saat malam pergi melaut dan saat siang datang, pulang kembali ke daratan. Mereka adalah nelayan yang 'pantang' pulang ke daratan. Setiap jengkal hidup mereka habiskan di laut.

 

Sejak fajar menyingsing hingga matahari menghilang di ujung timur cakrawala. Mulai dari makan hingga minum. Mulai dari terbangun hingga terlelap. Bahkan untuk bercinta dan melahirkan sekalipun, mereka lakukan di atas laut. Di dalam sampan yang mereka namakan Kajang.

Seperti inilah Suku Laut menjalani hidup dan kehidupan. Di atas laut yang luas dan terbuka.

Bagi suku laut, laut telah menjadi takdir. Sesuatu yang sepertinya mutlak harus mereka terima sebagai sebuah kehidupan. Hampir semua kehidupan mereka tak terpisahkan dari laut. Air laut yang asin, anyir bangkai ikan, ombak, bakau, serta sinar matahari yang membakar adalah sesuatu yang mereka telan setiap hari. Suku laut dan laut telah menjadi sebuah kesetiaan. Tidak terpisahkan.

Dari laut lah Suku Laut mengais hidup. Saat malam bergerak naik, dan air laut mulai surut, mereka mulai menyulut lampu petromak. Begitu lampu menyala terang, dengan hanya berbekal dayung dan tombak, mereka bergerak menuju tengah lautan. Berburu sotong atau cumi-cumi, Ikan Ribam, Nos, Pari atau jika beruntung bisa membawa pulang duyung.

 

Suku yang bisa kita temui dibeberapa wilayah di Kabupaten Lingga ini seperti, di Desa Kelumu, Pulau Lipan, Pulon desa Mentude, Pulau Mengkuang desa Tanjung Kelit, Kampung Baru Tajur Biru, Linau, Pulau Senang Desa Temiang, Desa Penaah, Desa Batu Belubang dan ada dibeberap daerah lainnya. Merupakan suku terunik yang telah lama ada di Lingga sejak zaman kerjaan Johor-Pahang-Riau-Lingga.

 

Namun, keberadaannya sebagian sudah ada yang memiliki tempat tinggal tetap dan sebagian masih ada yang nomaden hidup diatas sampan dan berpindah dari pulau ke pulau lainnya.

 

Pola kehidupan yang unik ini, cukup diminati oleh beberapa bagian kalangan. Salah satunya para pecinta fotographi.

 

Riduan Tawakal, salah satunya yang tertarik dengan fotographi sudah lama berkecimpung dengan kehidupan suku laut yang ada di Lingga. Ia menilai suku laut mempunyai pola kehidupan yang tidak terpisahkan dengan laut.

 

"Laut itu adalah halaman rumah mereka. Kita sangat menyayangkan pemindahan rumah suku laut ke darat seperti yang di Kelumu,"ujarnya.

 

Ia tidak menyalahkan upaya pemerintah yang memang berusaha untuk memberikan kehidupan layak. Namun yang disayangkan mereka (red_Suku Laut) yang dipindahkan ke darat kehilangan halaman rumah mereka.

 

Artinya, jelas Riduan, Suku Laut tersebut dipisahkan dari identitas mereka yang kesehariannya tidak bisa dipisahkan dengan laut.

 

Hal yang sangat kontradiktif, hemat Riduan pemindahan suku laut di Kelumu justru minim dari pemerinrah daerah setempat.

 

Semestinya, perumahan warga suku laut di Kelumu tidak dipisahkan dengan halaman rumah mereka yaitu laut, terangnya.

 

Ia menilai, Suku Laut di Lingga merupakan suku laut yang unik. Sehingga hal ini cukup dapat dilestarikan sebagai keanekaragaman budaya masyarakat di Lingga.

 

"Kalaupun dilakukan upaya memberikan bantuan, maka jangan dipisahkan mereka dengan halaman rumahnya,"ujar Riduan yang sedang mempersiapkan sebuah karya foto grapgi dengan tema hitam putih Suku Laut di Lingga.

 

Bukan hanya itu, Riduan menilai jika Suku Laut dipindahkan ke darat hal ini cukuo menghilangkan identitasnya. Serta ritual-ritual kelautan yang mereka miliki lama kelamaan terancam punah apabila dibiarkan begitu saja.

 

"Harusnya pemerintah setempat harus jeli. Ini yang perlu dilestarikan,"imbuhnya.

 

Sementara itu, salah satu Kepala Suku Laut di Tajur Biru, Pak Ta, meluruskan bahwa  Suku Laut bukan suku Mantang.

 

"Ketika ada yang menyebut kami sebagai suku mantang kami kejar. Yang tepatnya kami Suku Laut,"ujarnya.

 

Beberapa kearifan dari masyarakat Suku Laut terutama di Tajur Biru, selama ini ibu rumah tangga mempunyai kerajinan tangan berupa merajut atap sampan yang disebut Kajang.

 

"Bahannya daun mengkuang. Serta rotan. Istri saya bisa rajut satu sampai dua satu hari,"ujarnya.

 

Dijelaskan Pak Ta, kerajinan tangan tersebut bisa dimanfaatkan untuk Kajang (atap sampan). Selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai alas untuk menjemur bilis dipelantar.

 

Hasil kerajinan tangan ibu-ibu rumah tangga Suku Laut seperti Kajang maupun alat penjemur bilis diperkirakan panjang dua meter dan lebar 1,5 m.

 

"Saat ini masih terdapat warga yang berpindah-pindah pake sampan Kajang,"ujarnya dikediamannya dipinggir pantai di Desa Tajur Biru yang dibantu oleh pemerintah daerah setempat.

 

Diakuinya, selain merajut Kajang, sebagian warganya tetap melaut memancing ikan, bahkan hasil laut lainnnya.

"Hasilnya kita antar ke toke Cina. Untuk saudara-saudara," imbuhnya.