Permainan Layang Wau dari Zaman ke Zaman

Diterbitkan oleh pada Sabtu, 12 Maret 2016 17:01 WIB dengan kategori Lingga dan sudah 3.332 kali ditampilkan

LINGGA - Mempertahankan tradisi dan budaya taklah mudah jika tidak ada keterlibatan para tokoh masyarakat dan penggila tradisi itu sendiri. Hal inilah yang dilakukan masyarakat Kecamatan Lingga Timur, khususnya di Desa Sungai Pinang.

 

Dari usia anak-anak, remaja, muda dan tua semuanya berkumpul di lapangan maupun di dataran tinggi untuk bermain layang-layang wau demi mempertahankan tradisi tahunan dari zaman ke zaman.

 

Ngung…ngung…ngung… bunyi sambung menyambung di atas langit seakan pesawat jet sedang lalu lalang. Tapi sebenarnya bukanlah pesawat tempur, namun hanyalah layang-layang berukuran jumbo beraneka warna ada yang hijau, kuning, merah, bahkan warna putih dengan dekorasi sambil berlenggang lenggok di atas langit.

 

Memang tak ada tanggal dan bulan ditetapkan untuk bermain layang-layang. Tapi pemandangan layang-layang menari-nari di atas langit ini bisa dilihat jika saja memasuki musim panas tahun ini atau lebih tepatnya musim dengan angin yang bertiup kencang. Sudah sejak bulan Januari-Maret ini anak-anak, tua muda turun ke tempat terbuka mencari angin sepoi-sepoi hanya untuk menaikkan layang-layang.

 

Bermain layang-layang ini dapat dikatakan sebagai permainan lelaki karena umumnya yang melakukannya adalah para lelaki, baik tua, muda maupun anak-anak. Agar layang-layang dapat naik ke angkasa dan stabil diperlukan keahlian atau pengetahuan khusus, mengenai arah angin, kapan harus megulur benang, dan kapan harus menariknya.

 

Untuk ukuran layang-layang wau ini beragam. Rata-rata berukuran besar. Ada yang sampai dua depa orang dewasa panjangnya. Kalau sudah sebesar itu bersusah payah dan meringkih orang menaikkannya. Benangnya pun berukuran besar, sebab kalau tidak tak akan bisa naik dan alamat layang putus.

 

‘’Tak heran kalau di kampung kami ni. Kalau sudah musim panas macam sekarang sibuklah bermain layang-layang. Bahkan dah jadi hobi nomor satu bagi masyarakat di sini,’’ jelas Randis, warga Desa Sungai Pinang kepada media ini, Jum'at (11/3) lalu.

 

Dikatakannya, sangking asyik bermain layang-layang terkadang ratusan warganya terlupa dengan waktu. ‘’Dah dekat maghrib kadang baru sampai rumah. Akibatnya bagi budak-budak dimarah sama emaknya. Kalau laki orang dia, dimarah sama bini lah akibatnya,’’ jelasnya.

 

Menurut dia, layang-layang yang dinaikkan itu terkadang bukan dipegang akan tetapi diikat dekat batang kayu atau dibuatkan kayu tempat pengikatnya.  ‘’Layang-layang bertahan di atas kami kadang-kadang berselimput duduk sambil bersembang dengan yang lainnya,’’ katanya lagi.

Permainan layang-layang di daerah Sungai Pinang, Kecamatan Lingga Timur ini menjadi sebuah permainan yang sulit ditelusuri. Namun demikian, sejak zaman penjajahan (Belanda) permainan itu tidak asing lagi bagi masyarakat Kecamatan Lingga Timur, khususnya di daerah Sungai Pinang. Jenis-jenis layang-layang yang dapat dijumpai di desa itu pun berupa layang-layang berbentuk Kawau, Sahari bulan/Sri Bulan dan banyak lagi nama yang lainnya.