Iwan Syahril Harus Mampu Ciptakan Atmosfer Agar Guru Mengembangkan Kompetensi Secara Mandiri
JAKARTA, -- Sekali lagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menghadirkan seorang anak muda dalam jajaran pimpinan Kemdikbud yaitu Iwan Syahril yang ditunjuk dan dilantik menjadi dirjen guru dan tenaga kependidikan kementerian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia hari ini ini Jumat 8 Mei 2020 secara virtual bersama kawan saya Totok Suprayitno sebagai Kepala Balitbang dan Perbukuan Kemdikbud.
Iwan adalah sosok muda yang tentu saja dekat dengan dunia milenial meski demikian kiprahnya di dunia pendidikan terutama dalam pendidikan dasar dan menengah masih sebatas sebagai pendiri dan peneliti Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) dan sebelum dilantik menjadi Dirjen GTK, Iwan menjabat staf khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Namun siapapun Iwan Syahril, Dirjen GTK baru harus mampu menciptakan atmosfer pendidikan yang mampu membuat guru meningkatkan kompetensinya secara mandiri. Selama ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan seolah membuang garam di laut menghamburkan begitu besar anggaran peningkatan kompetensi guru yang sebenarnya tak banyak berdampak pada upaya peningkatan kompetensi guru secara keseluruhan. Semua itu terjadi karena yang dilakukan Kemdikbud lebih bersifat proyek dibanding sebuah gerakan.
Menurut Kami di ikatan guru Indonesia, satu-satunya cara untuk membuat pendidikan kita lebih baik adalah menghasilkan kualitas guru yang baik dan satu-satunya cara untuk menghasilkan kualitas guru yang baik adalah menjadikan guru sebagai guru yang mampu meningkatkan kompetensinya secara terus-menerus dan mandiri, selain tentu saja pola rekruitmen yang baik. Semua ini sudah kami buktikan dengan seluruh pergerakan ikatan guru Indonesia yang dalam suasana pandemi Covid-19 terbukti mampu bergerak cepat tanpa bergantung anggaran dan bisa menyesuaikan dengan segala kondisi dan situasi.
Untuk menciptakan atmosfer di mana guru-guru meningkatkan kompetensinya secara mandiri Kemendikbud seharusnya memperjelas fungsi dan posisi organisasi profesi guru, bukan dengan melibatkan ormas diluar organisasi guru yang justru didorong dalam program organisasi penggerak Kemdikbud. Kata Muhammad Ramli Rahim
Lanjut Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia Jum'at (8/5/2020) bahwa Organisasi profesi guru adalah amanat undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang sampai hari ini tidak dijalankan secara konsekuen oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ikatan guru Indonesia bahkan secara terang-terangan menawarkan upaya maksimal peningkatan kompetensi guru tanpa perlu diberikan anggaran. Hal ini dilakukan karena IGI yakin bahwa peningkatan kompetensi guru betul-betul harus dilakukan Mandiri oleh guru itu sendiri melalui organisasi profesinya masing-masing.
Selain itu untuk mendorong guru meningkatkan kompetensinya secara mandiri maka dibutuhkan jaminan status dan pendapatan guru. Dirjen GTK seharusnya menjamin bahwa tak ada lagi guru di seluruh Indonesia apapun statusnya yang mendapatkan upah dibawah upah minimum regional. Apalagi dalam masa pandemi Covid-19 ini jutaan guru honorer tengah menghadapi situasi sulit dengan pendapatan yang tidak jelas karena mereka tidak lagi hadir di ruang ruang kelas sementara selama ini mereka digaji per jam sesuai dengan jam pengajaran mereka. Guru-guru di sekolah swasta mengalami nasib yang jauh lebih parah karena anak didik dan orang tua anak didik enggan membayar uang sekolah atau SPP selama masa belajar di rumah.
Kami juga berharap Dirjen GTK tidak ikut-ikutan heran dengan berbagai situasi dan kondisi guru di Indonesia tetapi lebih berpikir mencari dan menemukan solusi bagaimana menuntaskan masalah - masalah tenaga pendidik kita yang saat ini lebih dari 60% berstatus non PNS. Bahkan akan semakin besar dalam 5 tahun ke depan guru pensiun malah semakin besar. Tahun 2020, ada 72.976 guru pensiun, lalu tahun 2021 ada 69.757, selanjutnya tahun 2022 ada 86.650, tahun 2023 ada 83.841 dan tahun 2024 ada 78.420 guru PNS yang pensiun.
Gelombang guru pensiun yang semakin besar dari tahun ke tahun akan menjadi ancaman serius akan ketersediaan tenaga pendidik Indonesia, sementara itu kekecewaan para pendidik di daerah khusus juga perlu mendapat perhatian dari Dirjen GTK. Guru-guru daerah khusus ini adalah Garda terdepan kita di daerah 3T baik yang berstatus PNS apalagi yang berstatus honorer. Selain itu penentuan daerah khusus pendidikan yang mengacu kepada data Kementerian desa tentu saja menjadi masalah karena beberapa kabupaten tidak termasuk Daerah Tertinggal oleh Kementerian Desa tapi mereka memiliki Kecamatan Kecamatan atau desa desa yang sangat terpencil bahkan memiliki Medan yang sangat sulit untuk dicapai seperti misalnya Pangkajene dan kepulauan yang dari sisi Kabupaten nya terhitung Sejahtera tapi memiliki kepulauan-kepulauan yang sangat jauh dari daratan.
Selanjutnya Dirjen GTK harus membuat prototipe guru ideal sehingga guru-guru kita melakukan upaya maksimal untuk bisa mencocokkan diri dengan prototipe tersebut. Kemdikbud juga diminta untuk tidak mengandalkan layanan pendidikan berbayar bagi dunia pendidikan kita karena fungsi dan peran guru tidak akan mungkin bisa dilepaskan dengan keberadaan layanan pendidikan berbayar tersebut terutama dari sisi pendidikannya. Layanan pendidikan berbayar hanya bisa menggantikan bimbel, bukan menggantikan sekolah yang unsur pendidikannya lebih kuat dari unsur pengajarannya.
Terima kasih kepada Bang Dirjen Supriano atas segala kerjasama dan perhatiannya selama ini selama menjabat Dirjen GTK ucap Muhammad Ramli Rahim mewakili Ikatan Guru Indonesia.(*)