Ali Anyang, Pejuang Kalimantan Barat dari Suku Dayak
Ali Anyang lahir 20 Oktober 1920 di desa Nanga Menantak (sekarang masuk kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang). Orangtuanya, Lakak dan Liang memberinya nama, Anjang.
Dalam keluarganya yang suku Dayak ini, Ali Anyang merupakan anak bungsu dari tujuh orang bersaudara.
Pada usai 8 tahun, Ali Anyang menjadi anak angkat Raden Mas Suadi Djoyomiharjo, seorang kepala sekolah di daerah Sintang.
Kemudian mengganti nama asli Ali Anyang yaitu Anjang menjadi Muhammad Ali Anyang. Ia memperoleh pengajaran agama Islam dari orangtua angkatnya.
Dalam pendidikannya, Ali Anyang pernah bersekolah di Holland Inlandsche School (HIS) di Pontianak.
Setelah tamat dari HIS, melanjutkan ke Sekolah Juru Rawat Centrale Burgerlijke Ziekem Inrichting (CBZ) atau Rumah Sakit Umum Pemerintah di Semarang. Setelah tamat kembali ke Pontianak dan bekerja di Rumah Sakit Umum Sei Jawi Pontianak.
Sebagai pemuda yang memiliki jiwa nasionalis tinggi, Ali Anyang tergerak hatinya untuk mengabdi dan berjuang membela kemerdekaan.
Itu diwujudkan dengan bergabung bersama sejumlah pemuda yang menamakan diri Panitia Penyongsong Republik Indonesia (PPRI). Tujuan pembentukan PPRI tersebut adalah untuk menyebarluaskan berita Proklamasi kemerdekaan Indonesia ke seluruh daerah di Kalbar.
Sebagai anggota PPRI, Ali Anyang berperan dalam mencegah perebutan kekuasaan di Pontianak, yang akan dilakukan orang-orang Cina yang tergabung dalam organisasi Penjaga Keamanan Umum (PKO).
Seperti diketahui, sejalan dengan diterimanya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, di Pontianak pada 27 Agustus 1945 terjadi kekosongan pemerintahan.
Pada tanggal 29 September 1945, belum lama setelah tentara Jepang pergi, Kota Pontianak kedatangan tentara Australia dan Belanda (NICA) yang bermaksud mengambil alih kekuasaan yang sebelumnya dipegang penjajah Jepang.
Kedatangan tentara Australia di Pontianak hanya berlangsung kurang lebih satu bulan. Selanjutnya pada Oktober 1945, kekuasaan atas Kalimantan Barat diserahkan kepada Belanda dengan Residennya yang bernama Van Der Zwaal.
Kedatangan NICA yang bermaksud menjajah kembali Kalbar, mendapat tantangan dari masyarakat. Ali Anyang beserta pemuda-pemuda pejuang kemerdekaan lainnya berusaha menghalang-halangi maksud Belanda tersebut.
Pada 12 November 1945, Ali Anyang bersama pejuang lainnya menyerbu ke tangsi dan gudang amunisi Belanda di Pontianak.
Penyerbuan tersebut mengakibatkan beberapa orang pejuang mengalami luka berat dan ada yang gugur.Ali Anyang sendiri kemudian ditangkap dan ditahan di penjara Sei Jawi Pontianak.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya Februari 1946, Ali Anyang dibebaskan. Setelah keluar dari penjara, dokter Soedarso sebagai Ketua PPRI memerintahkan Ali Anyang untuk konsolidasi dan koordinasi kepada seluruh pejuang agar terus melakukan perlawanan terhadap Belanda di daerah-daerah. Karena di Kota Pontianak saat itu sudah sulit untuk melakukan pergerakan.